TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Polri mengimbau kepada seluruh penyelenggara Pemilu 2019 agar tidak membuat masyarakat kehilangan hak pilih dalam Pemilu 2019.
Baca: Pemilu 2019, Sandiaga Uno: Pemenangnya Tetap Rakyat Indonesia
"Ada pasal yang mengatur penyelenggara dapat dipidana jika menghalangi warga memilih. Jika dengan sengaja, maka pidana penjara maksimal dua tahun dan denda Rp24 juta," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan pada Rabu, 17 April 2019.
Aturan tersebut tertuang dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 40 dan 46 tentang Perubahan atas PKPU 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019, serta Pasal 51.
Iqbal mencontohkan salah satu bentuk menghalang-halangi adalah jika ada seseorang yang mendaftar di TPS sebelum tutup namun tak diberi kesempatan nyoblos. Berdasarkan aturan KPU, pendaftaran TPS tutup pukul 13.00 WIB. Masyarakat yang sudah mendaftar namun belum mencoblos hingga lewat jam itu masih diberi kesempatan menggunakan hak pilih.
Kemudian, jika setiap orang menggunakan kekerasan dan kekuasaan menghalangi orang lain ketika mendaftar sebagai pemilih, maka ia akan diancam dengan PKPU Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 511, dengan ancaman penjara tiga tahun dan denda Rp36 juta.
Lalu, PKPU Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 531 di mana siapapun yang menggagalkan Pemilu 2019 atau mengganggu ketertiban umum maka akan diancam kurungan penjara selama lima tahun.
Simak: Abu Bakar Baasyir Tak Nyoblos di Pemilu 2019
"Jika masyarakat menemukan penyelenggara yang melakukan hal-hal seperti itu atau menemukan indikasi kecurangan dari penyelenggara, laporkan segera ke personel kami yang sedang berjaga di tiap TPS," ucap Iqbal.