TEMPO.CO, Jakarta - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mendukung usulan Nahdlatul Ulama (NU) agar tidak menggunakan sebutan kafir untuk warga negara Indonesia yang tidak memeluk agama Islam. Usulan ini mencuat dalam Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Banjar, Jawa Barat yang berakhir pada Jumat, 1 Maret 2019.
Baca: NU Usul Sebutan Kafir ke Nonmuslim Indonesia Dihapus
Sekretaris Bidang Hubungan Internasional PHDI Pusat, AA Ketut Diatmika mengatakan langkah tersebut dapat mempererat rasa persatuan kesatuan bangsa. "Apa yang dilakukan oleh saudara kami dari NU adalah hal yang positif demi terbinanya ketertiban, persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, kami ikut mendukung," kata Ketut saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 Februari 2019.
Ketut mengatakan PHDI mendukung setiap upaya persatuan yang sesuai konstitusi Indonesia. Di negara ini, keberagaman suku, ras, etnik, agama, kebudayaan, hingga bahasa harus benar-benar dihargai.
"Pancasila, UUD 45, dan Bhineka Tunggal telah menjamin negara memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untuk melaksanakan ibadatnya sesuai agama dan kepercayaan masing masing," kata Ketut.
Baca: 5 Hasil Munas Alim Ulama NU: Soal Sebutan Kafir sampai Bisnis MLM
Tak hanya PHDI, sebelumnya Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) juga menyatakan dukungannya terhadap langkah NU ini. Mereka menilai keputusan ini penting karena menjadi penegasan untuk menolak fenomena mengkafirkan umat lain oleh sebagian umat Islam yang semakin nengkhawatirkan.
Usulan ini muncul setelah adanya penggunaan kata kafir untuk WNI nonmuslim dalam sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah. Penyebutan itu dianggap menggandung unsur kekerasan teologis.
Baca juga: NU Usul Hapus Sebutan Kafir, PGI: Bisa Perkuat Persatuan Bangsa
Meski begitu, hal ini bukan berarti NU akan menghapus seluruh kata kafir di Al Quran atau hadis. Dalam Bahtsul Masail Maudluiyyah ini, keputusan ini hanya berlaku pada penyebutan kafir untuk warga Indonesia yang nonmuslim.