TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf, Moeldoko menyatakan bahwa saat ini timnya akan bermain strategi kampanye perang total. Namun, Kepala Staf Kepresidenan ini membantah bahwa alasan strategi perang total digunakan akibat elektabilitas calon presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi yang cenderung stagnan di 62 hari menuju hari-H pencoblosan pemilihan presiden 2019.
Baca: Buka Pameran Seni untuk Jokowi - Ma'ruf, Ini Kata Erick Thohir
"Enggak (karena stagnan). Perang total ini karena kami tidak ingin menang dengan persentase rendah. Kami ingin optimum. Target yang kami harapkan masih 70 persen," ujar Moeldoko di Markas TKN, Gedung High End, Jakarta pada Rabu, 13 Februari 2019.
Moeldoko menjelaskan, perang total yang dimaksud, yakni; menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dengan optimal, mulai dari partai politik, relawan, dan seluruh elemen pendukung paslon 01. "Kami mengenali kekuatan kami dan akan menggunakannya secara optimum untuk melakukan penetrasi terhadap segmen yang menjadi prioritas," ujar Kepala Staf Kepresidenan ini.
Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Erick Thohir menuturkan, perang total bukan berarti kubunya menggunakan segala cara untuk menang. "Jangan dimaknai begitu. Perang total bukan berarti di bawah (akar rumput) menghalalkan segala cara," ujar Erick di lokasi yang sama.
Melainkan, lanjut Erick, timses melakukan mapping satu per satu wilayah untuk memastikan kemenangan. "Dan Alhamdulillah kami sudah menang (sampai saat ini). Tapi tidak boleh dianggap remeh, kita bisa jatuh karena batu kerikil," ujar pemilik usaha Mahaka Group ini.
Baca: Plus Minus Ahok Gabung PDIP untuk Jokowi - Ma'ruf Versi Pengamat
Menurut hasil survei LSI Denny JA, elektabilitas Jokowi cenderung stagnan selama lima bulan pasca penetapan calon presiden dan calon wakil presiden. Adapun elektabilitas Jokowi pada Agustus 2018 sebesar 52,2 persen. Pada Januari 2019, elektabilitas Jokowi hanya naik tak sampai 3 persen yakni menjadi 54,8 persen.