TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin memastikan tidak akan terjadi dwifungsi TNI dengan adanya restrukturisasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia. "Enggak lah, tidak ada itu. Karena itu berdasarkan undang-undang. Undang-Undangnya sudah lama. UU Polri 2002, UU TNI 2003 enggak ada masalah," kata Syafruddin di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Baca juga: 5 Usulan Imparsial untuk TNI Atasi Jenderal tanpa Jabatan
Syafruddin menuturkan, sesuai aturan, ada 15 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh pejabat TNI. Salah satunya, Syafruddin menyebutkan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Lembaga Ketahanan Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Badan Narkotika Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Badan Siber dan Sandi Negara.
"On the track semuanya. Hanya penegasannya saja dan sudah jalan. UU TNI dan Polri itu mengamanatkan pejabat TNI dan Polri menempati di 15 kementerian," ujarnya.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebelumnya mengatakan perlu segera merevisi Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi UU TNI dianggap perlu untuk menyelesaikan masalah ratusan perwira tinggi dan perwira menengah tanpa jabatan struktural. Selama ini, untuk perubahan kelas itu, hanya ada peraturan presiden karena sudah ada keputusan presiden.
Dengan merevisi UU TNI, perwira tinggi dan perwira menengah yang tanpa jabatan itu akan berkurang dari 500 orang menjadi 150 sampai 200 orang. “Mudah-mudahan," kata Hadi seusai rapat pimpinan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 31 Januari 2019.
Panglima menginginkan revisi UU TNI, khususnya Pasal 47 agar perwira tinggi dan menengah dapat berdinas di kementerian atau lembaga negara. Ia menginginkan posisi eselon I, II, dan di bawahnya untuk personel TNI. “Sehingga kolonel bisa masuk ke sana," kata Hadi. UU TNI pasal 47 ayat 1 menyatakan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil bila telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Baca juga: TNI Kebanjiran Jenderal Tanpa Jabatan
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan menempatkan perwira tentara aktif di jabatan-jabatan publik merupakan kemunduran reformasi TNI. Ia menyatakan restrukturisasi dan reorganisasi biasa terjadi dalam militer di negara manapun.
Dua hal ini bisa juga dilakukan di Indonesia asalkan tidak bertentangan dengan semangat reformasi 1998, yakni menghapus dwifungsi TNI. Al Araf menyarankan restrukturisasi dan reorganisasi TNI dilakukan untuk menguatkan TNI sebagai alat pertahanan negara. Contohnya lewat menguatkan satuan seperti Kostrad.