TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Amin Santono khawatir meninggal di penjara jika dihukum 10 tahun dalam kasus mafia anggaran. Dia menyampaikan kekhawatirannya itu saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 28 Januari 2019. "Jikalau saat ini saya sudah berumur 70 tahun, untuk 10 tahun maka kemungkinan saya akan meninggal di penjara," ujar Amin.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menunutut anggota Fraksi Demokrat itu hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebanyak Rp 2,9 miliar.
Baca: Amin Santono Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus Mafia Anggaran
Jaksa menyatakan Amin bersama seorang konsultan, Eka Kamaludin serta pegawai Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, terbukti menerima suap Rp 3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.
Uang tersebut diberikan agar Amin melalui Eka dan Yaya Purnomo mengupayakan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018. Selain itu, uang tersebut diberikan agar Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018.
Simak: 5 Fakta Dakwaan Amin Santono dalam Kasus Mafia Anggaran
Atas dakwaan jaksa tersebut Amin tak mau menanggapi. Namun dia menyinggung peran Eka Kamaludin yang punya ambisi hingga dia mesti duduk di kursi terdakwa dan dituntut 10 tahun. Amin mengaku ikhlas menerima tuntutan 10 tahun. Hanya saja dia meminta hakim menimbang kondisi istrinya yang sedang sakit kanker yang butuh didampingi.
Selain itu, Amin meminta hakim juga menimbang hak enam cucunya yang butuh pendampingan. "Saya mohon berikan saya kesempatan dan keluarga, agar tidak meninggal di penjara," kata Amin Santono.