TEMPO.CO, Jakarta - Penasehat hukum Jokowi - Ma'ruf Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan perbincangannya dengan Jokowi soal pembebasan Abu Bakar Baasyir.
Baca juga: Kasus Hukum Abu Bakar Baasyir: Menolak Pancasila Sampai Terorisme
Menurut Yusril, sebelumnya ia telah melaporkan kepada Presiden Jokowi bahwa Abu Bakar Baasyir menolak menandatangani pernyataan setia pada Pancasila. Ia pun mengatakan kepada Jokowi untuk mencari jalan keluar bersama untuk pembebasan Abu Bakar Baasyir tersebut.
"Saya setuju ini demi kemanusiaan, harus kita cari jalan keluarnya mengingat usia yang sudah lanjut dan penyakit. Yang kedua, saya tidak tega dan tidak mau melihat ada ulama lama-lama di dalam penjara," ucap Yusril menirukan pernyataan Jokowi kepada dirinya.
Akhirnya, kata Yusril, disepakati akan dilunakkan syaratnya.
"Bagaimana kalau kita lunakkan syaratnya? Pak Abu sudah bilang kalau memang harus taat pada Pancasila, Pancasila itu sejalan dengan Islam kenapa tidak taat pada Islam saja? Ya sudah dia taat pada Islam, Pak Jokowi bilang, "Ya sudah lanjutkan saja, saya akan ambil keputusan segera," ungkap Yusril.
Yusril kemudian mengungkapkan soal pembebasan Abu Bakar Baasyir saat berkunjung ke Lapas Gunung Sindur-tempat pimpinan Jamaah Andshorut Tauhid itu ditahan. Yusril mengatakan Baasyir akan dibebaskan dengan alasan kemanusiaan.
Abu Bakar Ba'asyir sudah berhak memperoleh pembebasan bersyarat karena sudah lebih 2/3 menjalani masa putusan pidananya. Artinya, Abu Bakar Ba'asyir berhak menerima pembebasan bersyarat pada 13 Desember 2018.
"Syarat untuk pembebasan bersyarat itu diatur melalui peraturan menteri, antara lain setia pada Pancasila, UUD 45, macam-macam. Kalau tidak diteken ya tidak bisa keluar," kata Yusril saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu, 19 Januari 2019.
Namun Abu Bakar Ba'asyir menolak untuk menandatangani syarat setia pada Pancasila tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Yusril, Presiden pun mengambil alih karena punya kebijakan soal pembebasan Abu Bakar Ba'asyir tersebut.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Bebas, Pengamat Ingatkan Hal Ini
"Artinya, dia kesampingkan peratuan menteri. Peraturan menteri itu dari segi hukum adalah aturan kebijakan karena aturan kebijakan yang tertinggi, pengambil kebijakan ya Presiden. Kalau Presiden mengeyampingkan ya sudah selesai itu," ucap Yusril.
Selain itu, kata Yusril, pertimbangan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dari Presiden adalah pertimbangan kemanusiaan dan penghormatan kepada seorang ulama yang sedang sakit.
"Andai kata misalnya beliau itu dihukum mati, Presiden berhak memberikan remisi. Hukuman mati itu bisa diubah jadi hukuman seumur hidup dengan remisi Presiden. Kalau dihukum seumur hidup bisa diremisi istimewa oleh Presiden diubah jadi 20 tahun," ucap Yusril.