TEMPO.CO, Jakarta - Amir Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Baasyir yang menurut penasihat hukum Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra disetujui pembebasannya oleh Presiden Jokowi, tersangkut beberapa perkara hingga diproses oleh pengadilan. Abu Bakar Baasyir ditangkap di Ciamis, Jawa Barat, pada 9 Agustus 2010 dan divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme. Penangkapan di Ciamis bukan yang pertama. Sebelumnya, Baasyir juga pernah ditangkap atas sejumlah dakwaan.
Baca:Moeldoko: Abu Bakar Baasyir Masih Punya Pengaruh
Berikut sejumlah kasus hukum yang melibatkan Baasyir:
Menolak Asas Tunggal Pancasila
Abu Bakar Baasyir ditangkap bersama Abdullah Sungkar pada 1983. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Baasyir dianggap bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto), tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
Ketika perkaranya masuk kasasi, Baasyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, tapi keduanya kabur ke Malaysia. Dari Solo mereka menyeberang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Baasyir membentuk gerakan Islam radikal, Jemaah Islamiah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.