Surat lepas dari Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, bernomor 584/P/04 tertanggal 30 April 2004 ternyata tak membuat pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Baasyir, benar-benar bebas dari penjara. Selepas salat subuh, Baasyir dijemput polisi dan dibawa ke Mabes Polri.
Baasyir mendekam di sel Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), menjalani penahanan dalam statusnya sebagai tersangka tindak pidana terorisme terkait peledakan bom Hotel JW Marriott dan bom Bali. Pada Maret 2005, ia divonis 2,6 tahun penjara atas dakwaan itu dan Juni 2006, Baasyir dibebaskan.
Pendanaan Kegiatan Teroris
Baasyir terakhir ditangkap di Ciamis, Jawa Barat, pada 9 Agustus 2010 dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Ia ditangkap karena tersangka kasus terorisme.
Pada 16 Juni 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Simak: Tim Pengacara Usulkan Abu Bakar Baasyir Gabung Deradikalisasi
Didakwa Kasus Bom Bali
Setelah melewati 21 kali persidangan sejak Oktober 2014, Abu Bakar Baasyir dihukum karena terbukti melakukan permufakatan jahat dengan pelaku bom Bali Utomo Pamungkas alias Mubarok dan Amrozi. Majelis lima hakim memutuskan satu dari delapan dakwaan terbukti.
Fakta yang tidak bisa dielakkan, menurut hakim adalah sepotong dialognya dengan Mubarok dan Amrozi. Dari tuntutan delapan tahun, hakim memutus Abu Bakar Baasyir dua setengah tahun penjara dan membayar biaya perkara Rp 5.000.
IMAM HAMDI | FIKRI ARIGI | MAJALAH TEMPO