TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan pendidikan menjadi kunci untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan yang terus naik. “Perempuan harus diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki,” kata Puan dalam wawancara khusus dengan Tempo.
Simak: Eksklusif Puan Maharani: Revolusi Mental Bukan Perkara Instan
Angka kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan meningkat setiap tahun. Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan bahwa pada 2017, terdapat 348.446 jumlah pelapor yang terekam dalam daftar. Angka ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 259.150 kasus.
Berikut petikan wawancara tim Tempo.co dengan Puan pada Senin, 26 November 2018:
Puan Maharani. TEMPO/Subekti
Berdasarkan data Kementerian PMK, indeks pembangunan dan partisipasi gender terus meningkat. Meski begitu, rupanya angka kekerasan terhadap perempuan juga meningkat. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Pertama perlu ada upaya bersama dari semua kementerian lembaga. Kementerian PMK sebagai koordinator lintas sektor harus memastikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak tidak jalan sendirian, Kami harus melibatkan Kementerian PPA dengan organisasi perempuan. Bahkan Kementerian Agama dan Kementerian Sosial.
Kenapa melibatkan Kementerian Agama?
Sampai saat ini masih ada pro dan kontra mengenai usia perkawinan. Pertama, berdasarkan Undang-undang Perkawinan anak perempuan diperbolehkan menikah pada usia 16 tahun, Padahal secara fisik dan mental anak di usia tersebut belum tuntas. Makanya perlu ada bimbingan perkawinan. Apalagi sekarang ada anak di bawah 16 tahun yang sudah dinikahkan. Lulus SMA saja belum tapi sudah dinikahkan.
Apakah dengan bimbingan ini akan menyelesaikan masalah?
Setidaknya si perempuan ini memiliki wawasan yang luas mengenaik perkawinan. Kami juga tidak bisa menjadi ini satu per satu. Ada 17 ribuan pulau di Indonesia belum yang pelosok. Makanya butuh lintas sektor. Artinya kami juga meminta swasta atau LSM untuk masuk ke wilayah tersebut.
Ada hambatan lainnya?
Ada kultur atau budaya yang tidak setuju dengan konsep pernikahan setelah dewasa. Karena menurut mereka larangan itu mengekang hak asasi seseorang. Orang mau menikah, enggak ada yang keberatan tapi kok tidak boleh. Ada sebagian budaya yang menyatakan ya selama anak perempuan dan laki-laki sudah akil balik maka siap dinikahkan.
Bagaimana pandangan Puan Maharani terhadap aparat penegak hukum yang dianggap masih berpikiran maskulin?