TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie meminta pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Agama tak hanya melibatkan pihak tertentu. Ia menyebut semua pihak yang terkait harus dilibatkan.
"Kita harus mendengarkan pendapat dari semua kelompok supaya tidak menambah masalah baru lagi," kata Jimly di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 31 Oktober 2018.
Baca: DPR Akomodir Usul Pencabutan Sekolah Minggu di RUU Pesantren
Jimly juga mengimbau agar DPR dan pemerintah tidak terlalu kaku dalam mengatur semua urusan. Meski Indonesia merupakan negara hukum, aturan yang terlalu banyak bisa membuat situasi yang tidak fleksibel.
Pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Agama sebelumnya mendapat protes dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). Mereka tidak dilibatkan dalam pembahasan beleid tersebut. "Kami memang masih kekurangan informasi soal rancangan undang-undang ini,” kata Juru Bicara PGI Jeirry Sumampow dalam acara diskusi di Media Center MPR/ DPR RI Gedung Nusantara III, Selasa, 30 Oktober 2018.
Baca: Soal RUU Pesantren, JK: Tak Semua Kegiatan Agama Perlu Diatur
PGI juga memprotes Pasal 69 dan Pasal 70 yang mengatur kegiatan ibadah sekolah minggu dan katekisasi. RUU mengatur soal minimal anak didik sekolah minggu dan katekisasi. Penyelenggara juga diwajibkan mengantongi izin dari kantor Kementerian Agama tingkat Kabupaten atau Kota.
Sementara itu, Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom mengatakan katekisasi dan sekolah minggu merupakan bagian dari peribadahan gereja meski disebut sekolah. Sekolah minggu sebagai peribadahan juga tidak bisa diatur jumlahnya. Aturan untuk meminta izin juga dirasa memberatkan. PGI menyarankan DPR mengeluarkan ayat-ayat yang mengatur kegiatan sekolah minggu dan katekisasi di gereja.
Baca: Jokowi akan Cermati RUU Pesantren dan Pendidikan Agama