TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), Denny Indrayana, menceritakan bahwa dirinya mendapat banyak komentar pro dan kontra dari lingkungannya ketika memutuskan menjadi pengacara pengembang proyek Meikarta itu.
Baca: Perizinan Meikarta Disidik KPK, Saham Grup Lippo Terjun Bebas
"Tanggapan dari sekitar saya tentu beragam. Ada yang tidak setuju, apalagi melihat rekam jejak saya selama ini yang keras terhadap isu korupsi," ujar Denny saat dihubungi, Jumat, 19 Oktober 2018.
Namun, kata Denny, banyak juga pihak yang akhirnya mendukung keputusannya. Ia menegaskan akan tetap menangani kasus ini dalam koridor integritas moral antikorupsi.
Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM ini mendadak menjadi sorotan setelah menjadi kuasa hukum pengembang proyek Meikarta. Proyek Meikarta menjadi sorotan setelah KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan bawahannya menjadi tersangka. Mereka diduga menerima suap untuk memuluskan izin proyek.
Denny mengatakan, ia memiliki alasan tersendiri mengapa ia menjadi pengacara MSU. "Personal. Sayangnya saya tidak bisa paparkan apa alasan personal itu," ucap Denny. Ia hanya mengisyaratkan bahwa ada seseorang yang ia hormati yang memintanya menjadi pengacara pengembang Meikarta.
Selain itu, Denny mengatakan, ia sudah menerangkan kepada PT MSU bahwa pihaknya akan bekerja dengan pola mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika dalam perkembangannya KPK menganggap PT MSU juga bertanggung jawab dalam kasus ini, dia akan meminta perusahaan untuk kooperatif dan tidak melakukan perlawanan hukum yang kontraproduktif.
Baca: Konsumen Meikarta Diminta Segera Lapor ke BPKN Bila Dirugikan
Menurut Denny, pilihan kebijakan advokasi ini berbeda. Sebab, selama ini, advokasi kasus di KPK selalu mengambil posisi bertarung berhadapan dengan lembaga antirasuah itu. "Saya mendorong pendekatan yang berlawanan dengan maksud justru membantu dan memperlancar kerja KPK," ucap dia.
Denny pun berharap dengan membantu PT MSU, ia sekaligus dapat menyelesaikan persoalan para pembeli Meikarta yang sudah terlanjur membeli unit properti. "Menjadi part of solution, jangan sampai mereka terlupakan karena adanya masalah hukum yang ditangani KPK," kata dia.
Sebelumnya, KPK mengungkap kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan izin proyek Meikarta. KPK menyangka Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat dinas di Pemerintah Kabupaten Bekasi menerima fee komitmen dengan total Rp 13 miliar untuk memuluskan proses perizinan proyek pembangunan Meikarta tahap pertama. Suap tersebut diduga diberikan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan konsultan Lippo Group.