TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan ada upaya intervensi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani sengketa Pilpres.
"Yang paling menentukan dari Pilpres 2024 ini adalah seberapa kuat hakim-hakim konstitusi berhadapan dengan berbagai intervensi yang saya duga sangat mungkin berupaya mempengaruhi putusan," kata Denny kepada Tempo, Sabtu, 20 April 2024.
Dia menuturkan, semakin kuat hakim MK menjaga independensinya, semakin besar putusannya sejalan dengan rasa keadilan kepemililuan. Sebaliknya, kata dia, makin mudah diintervensi maka putusannya semakin berjarak dengan keadilan Pemilu.
"Karena setiap putusan MK yang beririsan dengan isu-isu politik, biasanya akan rentan dengan intervensi-intervensi, apalagi putusan tentag sengketa Pilpres 2024 ini," ujar Denny. "Saya khawatir dan saya meyakini--meskipun ada upaya-upaya untuk menjaga independensi dan sterilisasi putusan MK dari pihak-pihak luar--upaya intervensi tetap sangat kuat dan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara."
Namun, Denny Indrayana enggan membeberkan lebih lanjut ketika ditanya tentang intervensi tersebut. Tapi, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini mencontohkan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres.
Seperti diketahui, putusan tersebut memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi sekaligus kemenakan Ketua MK saat itu Anwar Usman, menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
"Putusan 90 Paman Gibran, Anwar Usman, adalah contoh nyata bagaimana intervensi itu berhasil merusak kewibawaan dan kehormatan Mahkamah Konstitusi, dan saya tidak yakin hal yang sama tidak akan terulang dalam putusan Pilpres 2024," tutur Denny.
Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan independensi Mahkamah Konstitusi tetap terjaga. Ini terutama dalam rapat permusyawaratan hakim alias RPH yang digelar hingga hari ini.
"Jadi saya kira, ekosistem independensi sejauh ini terjaga. RPH, RPH kami jaga juga," ucap Fajar pada 16 April lalu.
Fajar melanjutkan, rapat permusyawaratan hakim dilakukan secara tertutup. Bahkan, dirinya saja tidak mengetahui agenda apa yang dibahas dalam RPH tersebut.
"Bahkan handphone itu enggak boleh dibawa ketika RPH, baik hakim atau pegawai," tutur Fajar.
Dia melanjutkan, para pegawai MK yang bertugas dalam RPH juga telah disumpah. Sebab, apapun yang berada di dalam ruang rapat itu bersifat rahasia.
Pilihan Editor: Pilkada disebut Permainan Pencitraan, Pengamat: Perlu Dorong Popularitas Kandidat