TEMPO.CO, Jakarta - Empat aktivis pro demokrasi di Makassar mengalami kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian setempat. Kekerasan itu terjadi saat mereka menghadiri acara Panggung Pembebasan bertema, Papua Darurat Kemanusiaan di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Lanto Daeng Pasewang Makassar, Sabtu malam 13 Oktober lalu.
Baca juga: Polri-TNI Tangkap 8 Orang Beserta Ratusan Amunisi di Papua
Seorang aktivis bernama Amri mengaku dirinya bahkan ditodong senjata ketika keluar dari asrama itu. “Sekitar 10 meter dari acara saya diikuti 10 orang, lalu saya ditangkap dan ditodong senjata pada bagian leher,” kata Amri kepada Tempo, Senin 15 Oktober 2018.
Kemudian ia dibawa dan dimasukkan ke dalam mobil patroli. Di mobil itu, sudah ada dua temannya yakni Fahri dan Wildan. Setelah tiga orang yang diundang dimasukkan ke dalam mobil patroli, seorang aktivis lainnya bernama Faris dinaikkan ke mobil patroli. “Jadi ada empat orang, cuma saya yang ditangkap duluan,” kata Amri. Bahkan, kata dia, Faris sempat muntah lantaran dipukuli pada bagian perutnya.
Setelah itu, kata Amri, mereka dipindahkan ke mobil Jatanras Polrestabes Makassar. Keempatnya duduk di belakang yang ditempati barang dan ditanya-tanya soal kedatangannya dalam acara tersebut.
“Sekitar dua jam setengah saya ditanya-tanya, mereka juga tak perkenalkan nama. Saya ditanya nama dan alamat dan kenapa bisa datang di acara itu,” ujar Amri. Ia pun menimpali karena dapat undangan.
Lalu keempatnya pun dilepaskan dan mereka langsung melaporkan kasus tersebut ke Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Makassar, Ahad dinihari 14 Oktober.
Abdul Azis Dumpa, anggota LBH Makassar mengatakan pihaknya akan melaporkan kasus itu ke Kompolnas dan Komnas HAM. Pasalnya aparat kepolisian telah berlebihan dalam melakukan tindakan, padahal acara itu berlangsung damai. “Rabu 17 Oktober kita laporkan kasus ini,” katanya.
Tak hanya itu selaku kuasa hukum mereka juga akan melaporkan dugaan tindak pidana dan disiplin di Reskrim Polda Sulsel dan Propam Polda Sulsel. Pasalnya tindakannya sudah berlebihan, tak ada kericuhan yang dilakukan. “Justru polisi yang membuat kericuhan, peserta tak ada melakukan pelanggaran," kata dia.
Baca juga: Polri dan TNI Geledah Kantor Sekretariat KNPB Timika
Hingga kini Kepolisian Resor Kota Besar Makassar masih enggan memberikan tanggapan soal kasus tersebut. Tempo mencoba menghubungi Juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Komisaris Besar Dicky Sondani. Ia membantah jika dikatakan polisi melakukan kekerasan terhadap aktivis dan tiga mahasiswa. Menurutnya empat orang yang bukan warga Papua itu berkali-kali berteriak hidup rakyat Papua, hidup Papua merdeka.
Sehingga polisi ingin masuk ke dalam asrama, empat orang itu hendak melarikan diri, jadi langsung diamankan dan dimasukkan ke dalam mobil. Keempat itu yakni Wildan Zauqi, Amriadi, Alfarizi, dan Fahri Fajar.
Dalam tas mereka juga ditemukan stiker bertuliskan free west Papua. “Setelah itu kita serahkan ke anggota Jatanras Reskrim Polrestabes Makassar untuk diinterogasi,” kata Dicky.
Ia mengatakan bahwa dari analisa ternyata kegiatan ini terlaksana tanpa adanya pemberitahuan ke polisi. Sehingga polisi berkomunikasi dengan ketua panitia agar kegiatan itu tidak menyimpang dari prosedur hukum yang dapat meresahkan masyarakat sekitar. “Orang yang kita amankan di luar asrama Papua, dengan cara baik-baik tanpa terjadi kekerasan,” tuturnya.