TEMPO.CO, Palu - Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Made Wijaya mengatakan penanganan terhadap korban gempa Palu terkendala kurangnya obat-obatan. "Sampai kemarin persediaan obat kami habis," ujar Made di Palu, Sulawesi Tengah, Ahad, 30 September 2018.
Baca: Jalur Komunikasi Putus, Jokowi Tinjau Langsung Korban Gempa Palu
Sebelumnya, gempa berkekuatan 7,7 skala Richter (SR) mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada pukul 17.02. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut berada di 0.18 Lintang Selatan dan 119.85 Bujur Timur atau 27 kilometer timur laut Donggala.
Hingga Ahad siang, 30 September 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 832 korban meninggal. Selain itu, ratusan orang diperkirakan luka-luka akibat gempa dan tsunami Palu ini. Terdapat banyak bangunan seperti rumah, kantor, dan fasilitas umum rusak.
Made menjelaskan, sebagian besar obat yang dibutuhkan adalah obat yang digunakan untuk penanganan pertama pada korban gempa dan tsunami. Selain itu, kata dia, rumah sakit juga kehabisan persediaan oksigen untuk pasien. "Sudah dipakai mobilisasi sudah abis. Jadi kami butuh bantuan oksigen kecil maupun yang besar," katanya.
Baca: Korban Meninggal Gempa Donggala - Tsunami Palu: 832 Orang
Rumah sakit juga kesulitan dalam menyediakan makanan kepada korban. Made mengungkapkan, sejak terjadi gempa pada Jumat lalu, pasokan makanan terputus. Karena itu, prioritas makanan untuk pasien. "Kalau ada bantuan makanan, minimal ke pasien lah," ucapnya.
RS Bhayangkara terbantu dengan adanya pasokan makanan dari relawan. Mereka datang membawa makanan berupa nasi bungkus. "Itu dari mereka, mereka yang bawa, kami tak pesan," tuturnya.
Made melanjutkan rumah sakit juga kesulitan mendapatkan air bersih karena pasokan air terputus sejak listrik mati total di Palu. "Kalau listrik masuk, genset masuk, air akan hidup," katanya.