TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Rachland Nashidik melihat konteks ucapannya yang menyebut Projo harus di posisi yang sama dengan TNI. "Konteksnya dilihat. Kadang-kadang enggak melihat konteks begitu," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 20 September 2018.
Baca juga: Moeldoko Minta Kader PDIP Bantu Jawab Kritik Terhadap Jokowi
Moeldoko mengatakan, konteks ucapannya itu adalah soal nasionalisme. Projo, kata Moeldoko, harus memiliki sikap yang sama seperti TNI dan Polri dalam hal nasionalisme. "Kami memberi semangat kepada Projo. Kalian kan nasionalisme sejati, maka lihat itu TNI - Polri kalau nasionalisme," ujarnya.
Rachland sebelumnya mengomentari berita yang mengutip Moeldoko dalam acara rapat kerja nasional ke-4 relawan Joko Widodo, Pro Jokowi (Projo), di Grand Sahid Jakarta. Dalam berita itu Moeldoko mengatakan peran Projo di posisi sama dengan tentara ataupun polisi, sama-sama menjaga keutuhan NKRI.
Rachland mengatakan bahwa pernyataan Moeldoko itu potensial disalahpahami dan berbahaya. "Ia menyamakan peran Projo, organisasi relawan Jokowi, dengan TNI dan Polri," cuit Rachland melalui akun Twitternya @RachlanNashidik.
Dalam cuitan selanjutnya, Rachland mengatakan bahwa Projo adalah organisasi politik yang sedari awal bekerja untuk memenangkan Jokowi menjadi Presiden. Bahkan jauh lebih dulu mendukung Jokowi dari PDIP. Dalam demokrasi, kata Rachland, peran dan pemihakan Projo itu absah dan perlu.
TNI dan Polri, Rachland menuturkan, patut dihormati apabila konsisten pada profesinya sebagai alat negara yang netral. Artinya, kata dia, tegas menolak godaan memihak dan terlibat dalam politik praktis. "Pikiran ini adalah buah reformasi 1998 yang mengantarkan Indonesia pada demokrasi hari ini," ujarnya.
Rachland menilai Moeldoko mungkin dengan pernyataannya bermaksud mengajak Projo menjadi alat pemersatu bangsa. "Tapi ajakan yang baik ini sebenarnya bisa disampaikan tanpa perlu membuat persamaan antara Projo dengan TNI-Polri. Selain tidak perlu, pernyataan itu bodoh dan menyesatkan," kata dia.
Ia melanjutkan, ucapan Moeldoko disebut bodoh karena pernyataan itu tak merefleksikan pengetahuan, etika, dan norma yang wajib dipenuhi sebagai Panglima TNI, yakni TNI adalah alat negara, netral, dan tidak terlibat politik praktis. "Padahal saya dengar @GeneralMoeldoko adalah prajurit yang sebenarnya cerdas," katanya.
Baca juga: Moeldoko di Timses Jokowi, Djoko Santoso: Anak Buah yang Pintar
Pernyataan Moeldoko disebut menyesatkan oleh Rachland karena berpotensi disalah artikan oleh prajurit TNI - Polri di bawah sebagai permakluman, bahkan persetujuan pemerintah untuk TNI dan Polri memihak pada Presiden inkumben dan aktif berpolitik praktis, seperti halnya Projo.
"Sebaliknya, harus dicegah kesalahpahaman yang bisa diakibatkan pernyataan @GeneralMoeldoko pada organisasi relawan politik manapun, baik yang berada di sebelah Jokowi maupun Prabowo. Bahwa siapapun tak boleh meniru fungsi polisi menegakkan hukum, apalagi melanggarnya," demikian cuitan terakhir Rachland soal pernyataan Moeldoko.