TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan konsekuensi jika status bencana nasional disematkan pada gempa Lombok, Bali, dan Sumbawa. Menurut Sutopo, hal itu justru akan membawa dampak buruk bagi Indonesia.
Baca juga: Kesulitan Air Bersih, Ini Empat Keluhan Pengungsi Gempa Lombok
"Memang pasti banyak negara yang membantu. Tapi sedikit negara yang mau begitu (menetapkan bencana nasional), karena itu menunjukkan kelemahan," kata Sutopo di gedung BNPB, Pramuka, Jakarta Timur, Selasa, 21 Agustus 2018.
Menurutnya, pemerintah tak perlu menetapkan gempa Lombok tersebut sebagai bencana nasional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana alam merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah dan didampingi pemerintah pusat. Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi juga menyatakan kesanggupan.
"Kalau sedikit-sedikit bencana nasional, daerah akan lepas tanggung jawab. Padahal mereka yang dipilih rakyat dan memiliki otoritas, nah ini yang terus kita tegakkan," kata Sutopo.
Sejak 2004 sampai saat ini, Sutopo menyebut baru satu kali pemerintah menetapkan bencana nasional, yakni saat Aceh mengalami tsunami. Kala itu, pemerintah daerah dari Provinsi hingga Kabupaten/Kota lumpuh total sehingga pemerintah pusat perlu turun langsung mengambil alih.
Baca juga: BNPB: Status Bencana Nasional untuk Gempa Lombok Tak Relevan
Selain itu, Sutopo menjelaskan banyak pelajaran dari deklarasi bencana nasional ini, terutama dampak buruknya. Contoh saat dunia internasional memberikan bantuan lewat Non Government Organization (NGO).
"Seringkali bantuan internasional banyak disalahgunakan, NGO buat proposal tentang kondisi yang demikian buruk, tapi kita enggak tahu penggunaannya," kata Sutopo.
Lebih lanjut, ia juga membandingkan keterdesakan gempa Lombok dengan bencana serupa di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bencana pada 2006 dengan korban meninggal 5.500 orang, korban luka 2.000 orang dan masyarakat terdampak sebanyak 2,1 juta jiwa juga tak ditetapkan sebagai bencana nasional. Hal itu semata karena pemerintah daerah mampu mengatasinya.
Baca juga: Akibat Gempa Lombok, Beberapa Bukit Longsor di Sembalun
"Malah itu berhasil dengan baik recoverynya, 2 tahun rampung," tandas Sutopo.
Gempa Lombok dan sekitarnya terjadi pertama pada 29 Juli 2018 berkekuatan 6,4 SR, kemudian disusul gempa 7 SR pada 5 Agustus, juga 6,5 SR pada 19 Agustus siang dan 6,9 SR pada 19 Agustus malam. Dari peristiwa tersebut, data dalam lima hari terakhir menyebutkan 515 korban meninggal, ribuan warga luka-luka dan banyak bangunan rusak.