TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Riau, Eni Maulani Saragih (Eni Saragih), buka-bukaan soal perkara yang menjeratnya. Lewat surat dua halaman yang ia titipkan kepada keluarganya, Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini mengakui menerima "rezeki" terkait proyek PLTU I Riau dari swasta.
Baca: Cari Bukti Dugaan Suap Eni Saragih, KPK Geledah Rumah Dirut PLN
Eni Saragih mengatakan kesalahan dia adalah menganggap bahwa uang yang berasal dari swasta itu legal. "Sebab proses pelaksanaan proyek ini benar, kepentingan negara nomor satu, rakyat akan mendapatkan listrik murah," kata Eni Saragih lewat surat dua halaman yang Tempo peroleh dari keluarganya pada Senin, 16 Juli 2018.
Eni Saragih melanjutkan, "Sehingga kalau ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerima."
Simak juga: Kasus Suap Eni Saragih, KPK Sita CCTV Rumah Dirut PLN
KPK menangkap Eni Saragih pada Jumat, 13 Juli 2018 di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Hari itu, KPK menggelar serangkaian operasi penangkapan yang berujung kepada Eni Saragih. Salah satu yang dicokok adalah staff Eni.
KPK menyita uang Rp 500 juta untuk Eni Saragih yang merupakan Politikus Golkar. Uang tersebut diduga berasal dari bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo.
Simak juga: KPK Duga Eni Saragih Bukan Penerima Tunggal Suap Proyek PLTU Riau
KPK menduga sogokan ini untuk memuluskan penandatanganan kerjasama pembangunan PLTU Riau-1. KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total jenderal, Eni Saragih bakal menerima Rp 4,8 miliar. KPK telah menetapkan Eni Saragih dan Johannes sebagai tersangka.