TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) ngotot memberlakukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal larangan eks narapidana kasus korupsi menjadi caleg, maka lembaga penyelenggara pemilu itu harus siap menanggung risikonya.
"Bukan hanya judicial review, tapi juga pelanggaran etik yang berat. Sebab itu menghilangkan hak konstitusional orang secara sengaja dan sadar," kata Refly saat dihubungi Tempo pada Senin, 2 Juli 2018.
Baca: Bawaslu Tak Akan Merujuk PKPU soal Caleg Eks Napi Korupsi
KPU berkukuh menetapkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tersebut karena dianggap sudah melalui serangkaian proses uji publik dan konsultasi bersama DPR dan pemerintah. KPU juga mempersilakan siapa pun yang keberatan untuk menguji materi peraturan tersebut di Mahkamah Agung. Sejumlah pihak menentang aturan ini karena dianggap tak sesuai dengan Undang-undang Pemilu yang memuat bahwa yang dilarang mencalonkan diri sebagai caleg hanya pelaku pelecehan kejahatan seksual anak danbandar narkoba, tidak ada larangan bagi pelaku pidana korupsi.
Menurut Refly, kalau pun KPU mempersilakan uji materi, pendaftaran calon legislator tinggal sebentar lagi. "Tidak akan sempat, ini artinya menghilangkan hak konstitusional orang," ujarnya.
Baca: Golkar Setuju Penerapan PKPU Larangan Caleg Mantan Koruptor
PKPU yang berisi larangan mantan koruptor menjadi calon legislator itu menuai polemik sejak mulai diwacanakan oleh KPU. Bawaslu juga berbeda pandangan dengan KPU soal PKPU ini. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menolak untuk meneken PKPU.
Menurut Refly, KPU tidak perlu bersikeras menetapkan PKPU tersebut, karena bisa menimbulkan risiko. "Kalau kita mau yang benar, KPU harus merevisi PKPU tersebut, kemudian oleh Menkumham harus cepat diundangkan," ujat Refly.
Adapun Direktur Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Eka Tjahjana berharap KPU tidak bersikeras mempublikasikan PKPU tanpa diundangkan Kemenkumham. "Kami berharap KPU tidak mengeras tetapi mencari solusi yang terbaik," ujar dia. "Nantinya itu akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih rumit bagi KPU dalam implementasi."