TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan mengatakan bakal tetap merujuk undang-undang dalam penyelesaian sengketa terkait larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif. Abhan mengatakan Bawaslu tak akan merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum dalam penyelesaian sengketa.
"Kami bekerja sesuai UU, merujuk pada UU," kata Abhan di kompleks parlemen,Senayan, Jakarta, Senin, 2 Juli 2018.
Baca: Ketua DPR Ngotot Menolak Larangan PKPU Soal Caleg Mantan Koruptor
Pernyataan ini sekaligus menegaskan sikap Bawaslu terkait penetapan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Dalam beleid itu, KPU melarang mantan narapidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi bakal calon anggota legislatif.
PKPU itu ditetapkan dan diunggah di laman resmi KPU pada 30 Juni 2018, kendati belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan mendapat penolakan dari Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Bawaslu. Para pihak yang menolak ini berpendapat bahwa PKPU bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Abhan berpendapat pemberlakuan larangan itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi, jika nantinya ada yang menggugat PKPU tersebut ke Mahkamah Agung.
Dia mengatakan, Bawaslu mendukung upaya pemberantasan dan penanggulangan korupsi. Namun, dia ingin memastikan bahwa aturan KPU itu sesuai dengan undang-undang.
Abhan menambahkan, lembaganya pun sebenarnya turut mengimbau agar partai politik tak mencalonkan mantan napi korupsi. "Persoalannya apakah ditaati atau tidak tergantung parpolnya."
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya meyakini PKPU Nomor 20 itu bisa diterapkan. Ihwal kemungkinan terjadi sengketa, Arief berpendapat bahwa Bawaslu bertugas memastikan KPU bekerja sesuai PKPU.
Baca: PKS Dukung PKPU Larangan Bekas Napi Korupsi Jadi Caleg
"Fungsi masing-masing lembaga negara yaitu memastikan KPU bekerja sesuai PKPU-nya," kata Arief saat ditemui di kesempatan berbeda di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Juli 2018.
Arief menegaskan bahwa PKPU tersebut bukanlah aturan yang bersifat permanen. Kata dia, PKPU itu dapat diubah, baik oleh KPU atau pihak lain melalui gugatan di Mahkamah Agung.
"Bawaslu diberi kewenangan itu di dalam UU. Kalau tidak setuju dengan PKPU maka bisa melakukan judicial review di MA," kata dia.