TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan siap mempertanggungjawabkan segala keputusannya soal pengangkatan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Setahu saya, mulai zaman Presiden Bung Karno sampai Pak Jokowi, urusan Keputusan Presiden tak ada yang salah. Ada yang telaah hukum di Sekretariat Negara," kata Tjahjo dalam keterangannya pada Jumat, 22 Juni 2018.
Baca: Partai Demokrat Lobi Fraksi Lain untuk Hak Angket M. Iriawan
Tjahjo mengetahui bahwa pengangkatan Iriawan telah menjadi polemik. Ia menegaskan bahwa keputusan mengangkat Iriawan telah melewati berbagai telaah hukum, baik di Kementerian Dalam Negeri maupun di Sekretariat Negara.
Ia merujuk pada peraturan yang ada, yakni ada 11 lembaga atau instansi yang tak mengharuskan seorang perwira polisi atau TNI mengundurkan diri saat menjabat satu posisi di 11 lembaga itu. Salah satunya adalah Sestama Lemhanas. Seorang perwira polisi yang jadi Sestama tak perlu mundur dari kepolisian.
"Tapi sebagai bagian demokrasi, lalu ada poros yang berbicara saya siap tanggung jawab. Saya siap dipecat, kalau memang mempermalukan Istana Negara, presiden, kalau memang saya mengusulkan yang melanggar aturan," kata Tjahjo.
Baca: Polri: Jadi Penjabat Gubernur, M. Iriawan Masih Anggota Polisi
Ia mencontohkan saat mengangkat Inspektur Jenderal Carlo Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat. Ketika diangkat dan dilantik, Carlo Tewu berstatus perwira aktif di kepolisian. Hanya saja, ia tak punya posisi struktural di Mabes Polri karena sedang menjabat sebagai salah satu deputi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Jika menjadi deputi di Kemenkopolhukam, sesuai aturan, baik itu anggota Polri atau TNI, tidak perlu mengundurkan diri atau alih status. "Pak Carlo Tewu jadi Penjabat di Sulbar, tak punya masalah. Dia tak punya jabatan di Polri. Dia deputi di Kemenkopolhukam, tak masalah," kata Tjahjo.
Tjahjo pun menjelaskan sedikit tentang yang dimaksud dengan jabatan tinggi madya di instansi tertentu. Rujukan yang dipakai adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2002. Tjahjo mengatakan PP bukan dibuat di zaman Presiden Jokowi.
Baca: Jokowi Blak-Blakan Soal Pelantikan M. Iriawan
Dalam PP itu, untuk instansi tertentu, perwira Polri atau TNI yang jadi pejabat tinggi madya tak perlu alih status. Tapi di luar instansi tertentu yang diatur, memang harus alih status. Salah satu yang tak perlu alih status adalah saat menjabat posisi di Lemhanas, seperti posisi Sestama Lemhanas.
"Tak perlu alih status. Tapi di luar instansi tertentu yang di atur di PP itu memang harus alih status. Kenapa tak ambil eselon I Kemendagri. Ya kalau diambil semua habis, tinggal saya sendirian," kata Tjahjo.
Ia pun meyakini M. Iriawan akan tetap bersikap netral dalam pilkada. "Bisa apa sih waktu pencoblosan tinggal lima hari? Pak Iriawan bisa apa, dituduh mau rekayasa, tidak bisa. Semua menyoroti, pers dan masyarakat," ujarnya.