TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan melakukan pendampingan untuk program deradikalisasi kepada narapidana teroris (napiter) saat vonis sudah dijatuhkan.
“Setelah divonis, pindah ke lembaga pemasyarakatan (lapas). Nantinya dari Kementerian Hukum dan HAM akan kasih data ke kami. Ini ada berapa napiter di lapas ini,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idrus di Jakarta Pusat, Kamis, 21 Juni 2018.
Baca: BNPT Diminta Jelaskan Metodologi Kampus Terpapar Radikalisme
Irfan mengatakan itu menjelang sidang vonis terhadap terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman. Sidang vonis Aman digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 22 Juni 2018. Jaksa menuntut Aman dengan hukuman mati, namun kalangan pengamat terorisme vonis terbaik bagi Aman adalah hukuman penjara seumur hidup.
Irfan mengatakan, bila terdakwa kasus terorisme divonis penjara, BNPT akan langsung melaksanakan program deradikalisasi yang sudah disiapkan. Meski begitu, Irfan mengakui bahwa seorang napiter tidak bisa langsung ‘bersih’ saat menjalani program itu. “Semua butuh proses. Tidak bisa langsung maksimal, karena kami bina secara bertahap,” ujar Irfan.
Beberapa kalangan menilai program deradikalisasi BNPT tak efektif. Salah satunya adalah pengamat terorisme Al Chaidar. Ia menilai, napiter yang telah mengikuti program ini masih berpotensi terpapar radikalisme. “Deradikalisasi program salah,” ujar dia saat dihubungi, 18 Mei 2018.
Irfan membantah program yang tengah digiatkan BNPT itu tak efektif. “Padahal kalau boleh ditanya ke para napiter, mereka senang dengan program kami,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala BNPT Suhardi Alius pun juga menyatakan program yang diterapkan BNPT berhasil. Lebih dari 600 napiter dan mantan napiter menjalani program deradikalisasi. Dari 600 orang itu, kata Suhardi, hanya tiga yang kembali melakukan tindakan terorisme.
Baca: Universitas Paramadina: Rilis Radikalisme Berdampak pada Kampus
Di sisi lain Suhardi Alius mengakui lembaganya menghadapi kendala dalam deradikalisasi sebab ada aturan yang melarang BNPT menjalankan program deradikalisasi kepada tersangka. Program deradikalisasi khusus untuk narapidana terorisme. “Sepanjang dia jadi tersangka saja, kami tidak bisa mengaksesnya,” ujarnya.
Suhardi menuturkan, meski pemerintah memiliki data soal kelompok radikal, program deradikalisasi tak bisa dilancarkan. “Kelompok (Jamaah Anshorut Daulah) JAD dan (Jamaah Anshorut Tauhid) JAT belum tersentuh (deradikaliasi) karena dia belum berbuat (tindakan terorisme), tapi (mereka) memang radikal.”
Itu sebabnya, dia berharap pengesahan revisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberi wewenang kepada BNPT untuk menjalankan program deradikalisasi kepada kelompok radikal, meski mereka belum menyerang atau menjadi teroris.