TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menyayangkan langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT yang merilis tujuh kampus negeri terpapar paham radikalisme tanpa melibatkan perguruan tinggi. ”Langkah BNPT itu berdampak terhadap dunia akademik,” kata Firmanzah dalam diskusi Perspektif Indonesia, di Jakarta Pusat, Sabtu 9 Juni 2018.
Rilis kampus yang terpapar paham radikal itu sedang dibahas secara intens oleh Forum Rektor Indonesia. Seharusnya, kata Fiz, begitu ia kerap dipanggil, sebelum informasi disampaikan ke publik, BNPT membahasnya bersama perguruan tinggi. “Apalagi ini isu yang sangat sensitif.”
Baca:
Cegah Radikalisme, Mahasiswa Wajib Lapor ...
Universitas Paramadina Usulkan Alternatif Mencegah Radikalisme ...
BNPT merilis hasil penelitian bahwa ada tujuh perguruan tingggi negeri yang menjadi tempat berkembangnya radikalisme. Tujuh kampus itu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi 10 Nopember, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya.
Fiz berpendapat BNPT harus menjelaskan perguruan tinggi dikatakan sebagai kampus yang terpapar paham radikal, dan sebaliknya kenapa kampus yang lain tidak termasuk. Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta, Alimun Hanif mempertanyakan hal yang sama.
Baca:
Cegah Radikalisme, Menristekdikti Akan Data ...
Bahas Radikalisme di Kampus, Menristekdikti ...
Menurut Alimun, rilis BNPT itu perlu dicermati. "Metodologinya apa, kenapa kampus ini masuk, kampus lain tidak masuk?” Ia mempertanyakan kampus Universitas Riau yang menjadi lokasi penangkapan terduga teroris justru tidak termasuk kampus radikal.
Membicarakan masalah radikalisme di kampus ini, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir akan mengumpulkan para rektor perguruan tinggi negeri pada 25 Juni 2018.