TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Badan Pengawas Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arysad Temenggung mempertanyakan tindakan hukum terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau kasus BLBI.
“Itu ratusan orang pejabat bank, pejabat BI (Bank Indonesia) sudah diindikasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak ada tindakan hukum apa-apa,” kata Syafruddin Arsyad Temenggung saat jeda persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 21 Juni 2018.
Baca: Jaksa: Kasus BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung itu Pidana Korupsi
Syafruddin menjadi terdakwa karena dinilai merugikan negara Rp 4,8 triliun dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk BLBI. Jaksa mendakwa Syafruddin memperkaya pemegang saham mayoritas Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim lewat penerbitan SKL tersebut.
Argumen Syafruddin berdasarkan hasil audit investigasi BPK yang menyebutkan ada penyimpangan penyaluran dana BLBI oleh BI sebesar Rp 138 triliun. Besaran uang tersebut merupakan 98 persen dari total dana BLBI yang dikucurkan BI, yaitu Rp 144 triliun.
Selain itu dari hasil audit BPK juga ada Rp 84 triliun uang yang diselewengkan penggunaannya oleh 48 bank penerima BLBI dari BI. Ada kejanggalan dari nilai jaminan yang diberikan. Dari audit BPK, secara keseluruhan estimasi nilai komersil jaminan BLBI adalah sebesar Rp 12,34 triliun atau 9,54 persen dari Rp 144 triliun. Padahal seharusnya nilai jaminan lebih besar dari pinjaman yang diberikan.
Simak: Kasus BLBI, Hakim Tolak Eksepsi Syafruddin Arsyad Temenggung
Syafruddin berujar pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini adalah BI sebagai penyalur dana tersebut ke 48 bank penerima. “Kan jelas bahwa BLBI itu disalurkan oleh BI, digunakan oleh bank. Bukan saya yang menggunakan, enggak relevan dengan saya,” kata dia.
Di persidangan, mantan Direktur Pengawasan BI, Iwan Ridwan Prawiranata, mengatakan BI tidak memberikan tindakan apapun terhadap 48 bank yang melakukan penyimpangan penyaluran dan penggunaan BLBI.
Lihat: Jaksa Sebut Syafruddin Arsyad Temenggung Rugikan Negara 4,5 T
“Dari BI tidak ada tindakan apa pun. Karena kami melaksanakan kebijakan pemerintah. BI melakukan kebijakan itu,” kata Iwan saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis 21 Juni 2018.
Sedangkan terkait dengan nilai jaminan yang jauh lebih kecil dari pinjaman yang diberikan, Iwan berdalih bahwa hal tersebut banyak dipengaruhi oleh adanya promissory note atau surat utang pemerintah tanpa jatuh tempo. “Tentu penilaian harganya sangat berbeda,” kata Iwan.