TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menolak eksepsi terdakwa kasus suap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung tidak dapat menerima," ujar hakim ketua Yanto dalam sidang lanjutan putusan sela, Kamis, 31 Mei 2018.
Baca: Jaksa KPK Menolak Eksepsi Syafruddin Arsyad Temenggung
Yanto menjelaskan alasannya. Menurut dia, surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memenuhi sarat formal dan materiil sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHP dan sah menurut hukum untuk menjadi dasar dalam pemeriksaan perkara ini.
Sebelumnya jaksa KPK juga menolak eksepsi Syafruddin yang menyatakan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) yang dilakukan Syafruddin merupakan obyek sengketa Tata Usaha Negara (TUN). Lantaran SKL tersebut diberikan Syafruddin saat menjabat sebagai pejabat TUN.
Jaksa KPK, Haerudin, mengatakan menolak eksepsi tersebut. “Terhadap materi keberatan tersebut, kami tidak sependapat,” kata jaksa KPK, Haerudin, Senin, 28 Mei 2018.
Baca: Jaksa: Kasus BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung itu Pidana Korupsi
Jaksa KPK menyatakan yang menjadi obyek sengketa pada PTUN adalah surat keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN. Sedangkan dakwaan yang mereka susun tidak mengacu pada surat keputusan TUN, tapi tindak pidana korupsi yang dilakukan Syafruddin. “Akan kami buktikan di persidangan,” kata Haerudin.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Syafruddin merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun dalam penerbitan SKL untuk BLBI.
Jaksa mendakwa Syafruddin memperkaya pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, melalui penerbitan SKL untuk bank tersebut.
Penasihat hukum Syafruddin Arsyad Temenggung, Jamin Ginting, mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim. Meski demikian, ia masih berkeyakinan kasus ini merupakan perkara PTUN. "Kami hormati, kasus masih terus berjalan dengan pokok perkaranya diperiksa," ujarnya.