TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Indonesia (UI) menyatakan akan menindak tegas mahasiswa yang terbukti masuk dalam organisasi radikal. "Sanksinya bervariasi, dari teguran keras, skors, sampai dikeluarkan sebagai sivitas UI," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Informasi Publik UI Rifelly Dewi Astuti saat dihubungi, Ahad, 27 Mei 2018.
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sebelumnya mensinyalir semua universitas negeri di Jawa dan Sulawesi terpapar radikalisme berbasis agama. Direktur Pencegahan BNPT Hamli mengatakan salah satunya UI.
Baca: Peneliti Menilai Program Deradikalisasi BNPT Perlu Diubah
Menurut Rifelly, UI telah berupaya mencegah masuknya radikalisme ke dalam kampus. UI telah melakukan pencegahan sejak masa penerimaan mahasiswa baru. UI, ucap dia, juga melakukan pengawasan ketat dalam memberi izin kegiatan mahasiswa. "Kami sigap mengawasi segala bentuk aktivitas mahasiswa," ujarnya.
Radikalisme, ucap Hamli, juga sudah menyusup ke Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Negeri Alauddin.
Temuan BNPT tersebut sejalan dengan survei Badan Intelijen Negara yang dirilis April lalu. Dari 20 perguruan tinggi yang disurvei di 15 provinsi selama 2017, 39 persen mahasiswanya antidemokrasi dan tak setuju Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. “Sekitar 23 persen mahasiswanya setuju bentuk negara Islam,” ujar Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto.
Baca: Alumni UI Serukan Tolak Radikalisme dan Intoleransi di Kampus
Hamli mengakui, pemerintah tidak cukup awas dengan meresapnya radikalisme ke kampus-kampus negeri. BNPT baru sadar radikalisme menyusup ke dalam kampus ketika ada perubahan pola pelaku terorisme tahun 2016.
Sebelumnya, para pelaku teror adalah lulusan pesantren. Tapi Bahrun Naim, dalang bom Sarinah pada 2016, mematahkan pola tersebut. Ia lulusan program diploma 3 jurusan ilmu komputer Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah. Setelah itu, tutur Hamli, beberapa mahasiswa lain, termasuk perempuan, terlibat jaringan terorisme.