Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

RUU Antiterorisme Dianggap Tak Cukup Mengantisipasi Paham Radikal

Reporter

Editor

Amirullah

image-gnews
(dari kanan) Pakar Hukum Azyumardi Azra, Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 18 Oktober 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
(dari kanan) Pakar Hukum Azyumardi Azra, Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 18 Oktober 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menuturkan revisi Rancangan Undang-Undang Antiterorisme (RUU Antiterorisme) belum cukup untuk mengantisipasi masuknya paham radikal ke tanah air.

"Memang cukup memadai, tapi baru tindakan preventif yang keras, kalau antisipasi paham radikal tak bisa model UU itu," ujar Azra di Hotel Cemara, Jumat, 25 Mei 2018.

Baca: RUU Antiterorisme Disahkan, Jokowi Siap Keluarkan Perpres

Azra menyebut contoh kasus yang bisa ditangani oleh beleid itu adalah semisal ada seseorang yang baru pulang dari kawasan ISIS. Orang itu bisa ditahan dalam rangka preventif. "Jadi pencegahan yang ada di UU itu adalah penangkalan secara tegas," ujar Azra.

Namun, infiltrasi paham radikal, kata dia, acapkali terjadi sejak masa pendidikan, seperti Sekolah Menengah Atas atau perguruan tinggi. Sebagai contohnya, seorang pelajar bisa terjerumus paham radikal saat pertama kali masuk kuliah melalui rekrutmen mahasiswa baru.

Bisa pula paham radikal menyebar melalui pengajarnya. "Kepala BIN bilang bahkan ada tiga perguruan tinggi tingkat nasional yang 39 persen mahasiswa bahkan dosennya sudah terpapar paham radikalisme," kata Azra.

Untuk mengatasi infiltrasi tersebut, Azra mengatakan perlunya meningkatkan semangat kebangsaan bagi pelajar dan pengajar. Metode yang bisa dilakukan adalah membuat diklat kebangsaan bagi pengajar, baik dosen maupun guru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab, Azra melihat para pengajar sejatinya tidak pernah lagi tersentuh pelatihan soal kebangsaan setelah resmi menjadi pengajar. Berbeda dengan pelajar maupun mahasiswa yang masih mendapatkan pendidikan kewarganegaraan.

Baca: RUU Antiterorisme Disahkan, Korban Bom Dapat Kompensasi

"Paling tidak para pengajar menerima saat pendidikan prajabatan PNS. Setelah itu berpuluh tahun tidak lagi dapat materi soal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan mengenai NKRI," kata Azra. Sehingga, mereka acapkali terpapar praksis transnasional dengan paham radikal.

Wacana itu pun, menurut Azra, perlu dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme agar bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia untuk memasukkan langkah pencegahan penyebaran paham radikalisme di kalangan kampus.

"BNPT punya peran lebih jelas, karena enggak mungkin Densus yang lakukan itu," kata dia. "Itu pun harus bekerjasama dengan forum rektor indonesia, karena kalau dengan satu per satu universitas kan repot."

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Hamli mengatakan secara teoritis RUU Antiterorisme yang baru saja disahkan DPR itu sudah memadai. Sebab, beleid itu telah memasukkan peran BNPT dalam melakukan pencegahan. "Pencegahan dari kepolisian juga sudah masuk, tinggal kami laksanakan."

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Ditekan Turki, Swedia akan Perketat UU Antiterorisme

2 Februari 2023

Pengunjuk rasa berdemonstrasi di luar Konsulat Jenderal Swedia setelah Rasmus Paludan, pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Garis Keras, yang berkewarganegaraan Swedia, membakar salinan Alquran di dekat kedutaan Turki di Stockholm, di Istanbul, Turki, 22 Januari 2023. REUTERS/Umit Bektas
Ditekan Turki, Swedia akan Perketat UU Antiterorisme

Langkah ini dilakukan setelah Stockholm pada Juni lalu berusaha mengatasi keberatan Turki jika Swedia bergabung dengan NATO


Politikus Filipina dan Tokoh Katolik Menolak UU Anti-Terorisme

9 Juni 2020

Presiden Filipina Rodrigo Duterte melihat ratusan senjata yang berhasil disita oleh militer Filipina selama bentrokan di Marawi, 20 Juli 2017. Kunjungan Duterte ini didampingi sejumlah menteri. Dalam kunjungannya tersebut, ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas perjuangan para tentara Filipina untuk memberantas kelompok Maute. Ace Morandante/Presidential Photographers Division, Malacanang Palace via AP
Politikus Filipina dan Tokoh Katolik Menolak UU Anti-Terorisme

Politikus Filipina meminta waktu untuk membahas lebih dalam undang-undang anti-terorisme, yang didukung Presiden Rodrigo Duterte.


KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

26 Mei 2018

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriani. TEMPO/Amston Probel
KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

Pengawasan penting untuk menjamin tidak terjadinya praktik penyiksaan dalam proses pemberantasan terorisme.


Kata Moeldoko Soal Perpres Pelibatan TNI dalam Soal Terorisme

26 Mei 2018

Moeldoko. REUTERS/Beawiharta
Kata Moeldoko Soal Perpres Pelibatan TNI dalam Soal Terorisme

Moeldoko mengatakan pemerintah segera mengeluarkan Perpres yang mengatur pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.


Yasonna Minta Implementasi UU Terorisme Tetap Menjunjung HAM

25 Mei 2018

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membacakan tanggapan pemerintah dalam sidang paripurna pengesahan RUU Antitetorisme di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, 25 Mei 2018. TEMPO/Rezki Alvionitasari
Yasonna Minta Implementasi UU Terorisme Tetap Menjunjung HAM

Dalam RUU Antiterorisme yang baru, DPR dan pemerintah sepakat menambahkan soal penambahan kewenangan untuk tindakan pencegahan.


RUU Antiterorisme Disahkan, Melibatkan Anak Dihukum Lebih Berat

25 Mei 2018

Petugas melakukan olah TKP di salah satu lokasi Bom Surabaya di GPSS Arjuno, Surabaya, Jawa Timur, 17 Mei 2018. Pascaledakan bom bunuh diri di tiga lokasi gereja yang berbeda di Surabaya pada 13 Mei lalu aparat keamanan masih terus mencari bukti lain terkait peristiwa itu. ANTARA FOTO/Zabur Karuru
RUU Antiterorisme Disahkan, Melibatkan Anak Dihukum Lebih Berat

RUU Antiterorisme disahkan DPR pada Jumat ini.


Pemerintah Segera Buat Perpres Soal Pelibatan TNI Atasi Terorisme

25 Mei 2018

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersama Ketua DPR Bambang Soesatyo diwawancara usai sidang paripurna pengesahan RUU Antitetorisme di Gedung DPR, Jakarta, 25 Mei 2018. TEMPO/Rezki Alvionitasari.
Pemerintah Segera Buat Perpres Soal Pelibatan TNI Atasi Terorisme

Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme tercantum dalam revisi RUU Antiterorisme yang baru disahkan oleh DPR hari ini.


RUU Antiterorisme Disahkan, Jokowi Siap Keluarkan Perpres

25 Mei 2018

Presiden Joko Widodo meninjau pembangunan ruas jalan tol Gempol-Pasuruan (Gempas) seksi 2 yang diharapkan bisa beroperasi pada lebaran 2018, 12 Mei 2018. Foto: Intan - Biro Pers Setpres
RUU Antiterorisme Disahkan, Jokowi Siap Keluarkan Perpres

RUU Antiterorisme akhirnya disahkan sejak pembahasannya dimulai pada 2016.


RUU Antiterorisme Disahkan, Korban Bom Dapat Kompensasi

25 Mei 2018

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersama Ketua DPR Bambang Soesatyo diwawancara usai sidang paripurna pengesahan RUU Antitetorisme di Gedung DPR, Jakarta, 25 Mei 2018. TEMPO/Rezki Alvionitasari.
RUU Antiterorisme Disahkan, Korban Bom Dapat Kompensasi

RUU Antiterorisme disahkan pada Jumat ini.


TNI Ikut Tangani Terorisme Dinilai Tak Akan Buat Militer Represif

25 Mei 2018

(ka-ki) Ketua dan Wakil Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi'i dan Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra memimpin rapat bersama panitia kerja (panja) pembahasan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 23 Mei 2018. Pada rapat ini DPR dan Pemerintah membahas definis Terorisme karena masih ada frasa yang menurut pansus sangat penting namun belum masuk dalam definisi terorisme yang telah dipresentasikan. TEMPO/Fakhri Hermansyah
TNI Ikut Tangani Terorisme Dinilai Tak Akan Buat Militer Represif

Salah satu pembaruan dalam RUU Antiterorisme adalah pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.