TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berharap RUU Antitetorisme yang sudah disahkan dapat digunakan secara bertanggung jawab oleh Kepolisian Republik Indonesia, Detasemen Khusus 88 Antiteror, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tentara Nasional Indonesia, jaksa, dan hakim.
"Saya harapkan dengan undang-undang ini, dapat mencegah atau mengurangi setidak-tidaknya tindak pidana terorisme karena sudah diberi kewenangan untuk menindak upaya pencegahannya," kata Yasonna setelah mengikuti sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di gedung DPR, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.
Baca: TNI Ikut Tangani Terorisme Dinilai Tak Akan Buat Militer Represif
Dengan adanya undang-undang ini, menurut Yasonna, perbuatan persiapan teror sudah dimungkinkan untuk ditindak. Bahkan orang Indonesia yang menyeberang ke Irak, misalnya, sudah dimungkinkan dijerat dengan undang-undang ini.
Meski begitu, kata Yasonna, dalam menjalankan tugas, pemerintah dan penegak hukum tetap menjunjung hak asasi manusia. "Dalam pandangan pemerintah yang disampaikan tadi, disebutkan secara tegas bahwa penegakan hukum ini juga harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia," ujarnya.
Baca: RUU Antiterorisme Disahkan, Jokowi Siap Keluarkan Perpres
Selain mengatur soal pelaku terorisme, ada pula pasal dalam undang-undang ini yang mengatur soal korban. "Ini terobosan, korban juga akan diberi kompensasi baik orang asing. Pokoknya korban terorisme," kata Yasonna.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengimbau kepada pemerintah untuk melaksanakan amanat undang-undang ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perubahan yang sudah dirumuskan. "Dengan disahkannya undang-undang ini, sekarang bola ada di tangan pemerintah dan hari ini juga kami akan mengirim surat ke pemerintah agar segera diundangkan sehingga ke depan jika ada apa-apa lagi, jangan lagi DPR jadi kambing hitam," ucapnya.
Baca: RUU Antiterorisme Disahkan, Melibatkan Anak Dihukum Lebih Berat