TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo mengaku bangga dengan kemunculan para relawan yang menyatakan dukungannya sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019. Meski begitu, ia mengaku tak mengenal para relawan itu.
"Saya bangga dan terima kasih karena jujur dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya tidak kenal dengan relawan-relawan tersebut," kata Gatot di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu, 25 April 2018.
Baca juga: Pilpres 2019, Gatot Nurmantyo Bakal Temui Pimpinan Partai Politik
Gatot Nurmantyo mengaku kaget dengan pernyataan relawan yang sudah berada di hampir setiap provinsi dan kabupaten. Ia sempat menolak saat diajak bertemu ketika hendak membicarakan kemungkinan maju dalam pilpres. "Saya tidak mau, bukan saya tidak menghargai, justru saya sangat menghargai karena ketulusan para relawan tersebut," ujarnya.
Ia pun enggan menanggapi keinginan relawan yang ingin Gatot Nurmantyo segera mendeklarasikan diri sebagai calon presiden. Gatot masih menimbang persyaratan ambang batas pencalonan presiden. "Harus 20 persen, selama saya belum diangkat, saya enggak bisa mengatakan saya maju dengan partai ini," katanya.
Nama Gatot Nurmantyo masuk dalam bursa calon presiden maupun calon wakil presiden untuk Pemilu 2019. Nama Gatot muncul ketika dua poros kuat dalam pilpres tercipta antara poros Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra dan Joko Widodo yang diusung PDI Perjuangan.
Baca juga: Pengamat: Gatot Nurmantyo Bisa Jadi Kuda Hitam di Pilpres 2019
Bahkan, Gatot Nurmantyo setidaknya memiliki dukungan relawan untuk maju dalam pemilihan presiden. Beberapa di antaranya adalah Relawan Selendang Putih Nusantara dan Gatot Nurmantyo untuk Rakyat. RSPN bahkan sudah mendeklarasikan untuk mendukung Gatot maju dalam pilpres.
Gatot Nurmantyo beranggapan situasi politik masih cair menjelang masa pendaftaran calon presiden pada Agustus 2018. Ia menyatakan bakal mendatangai sejumlah pimpinan parpol untuk kemungkinan maju dalam pilpres. "Itu yang harus kita pahami, enggak bisa dipaksakan. Semua lihat situasi, dan situasi bisa berubah karena politik yang tidak mungkin bisa jadi mungkin," ujarnya.