TEMPO.CO, Yogyakarta - Menjelang peringatan hari lahir Kartini pada 21 April, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta membahas peran Fatmawati Soekarno sebagai ibu negara Indonesia yang pertama.
Peran Fatmawati dibahas dalam forum bedah buku berjudul Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno di Balai Desa Trirenggo, Bantul pada Selasa, 17 April 2018. Peserta bedah buku terbitan Yayasan Bung Karno dan Media Pressindo itu sebagian berasal dari komunitas ibu-ibu posyandu serta kader binaan anggota Komisi D DPRD dari Fraksi PDIP, Tustiyani.
Baca: Rendang, Nasionalisme Ibu Negara Fatmawati Soekarno
Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Monika Nur Latiyani mengatakan acara itu mengajak orang untuk gemar membaca di desa-desa. Dengan cara membaca buku itu, mereka akan lebih mengenal peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Fatmawati berperan penting menggugah semangat nasionalisme,” kata Monika.
Bedah buku itu melibatkan sejumlah dosen, diantaranya Mikke Susanto dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Wahjudi Djaya dari Program Studi Kearsipan Sekolah Vokasi UGM, Eka Ningtyas dari Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta dan hadir pula anggota Komisi D DPRD DIY Tustiyani.
Baca: Simak Kedekatan Puti Guntur Soekarno dengan Ibu Negara Fatmawati
Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah UNY, Eka Ningtyas mengatakan buku itu melihat sejarah Indonesia melalui sudut pandang Fatmawati. Selama ini, narasi sejarah kemerdekaan Indonesia kebanyakan didominasi laki-laki, di antaranya Soekarno.
Sebagai ibu negara, Fatmawati berkiprah dalam masa-masa genting perjuangan Indonesia. Ia bertemu dengan Soekarno pada masa pembuangannya di Bengkulu. Fatmawati waktu itu masih berumur 16 tahun.
Ketika menjadi isteri Soekarno, Fatmawati pindah ke Jakarta. Fatmawati mengisahkan bagaimana sulitnya proses perumusan kemerdekaan yang dilakukan Soekarno dan pemuda-pemuda Indonesia. “Fatmawati yang umurnya muda dan terpaut jauh dengan Soekarno punya kemampuan bersosialisasi yang tinggi dengan kawan-kawan Soekarno," kata Eka.