TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Dewan Pers menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pemberitaan anak. Lewat MoU ini KPAI bisa melaporkan langsung media yang melanggar kode etik dalam pemberitaan tentang anak ke Dewan Pers tanpa perlu ada laporan sebelumnya.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan dalam pemberitaan tentang anak, media sering melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Media, kata dia, sering mempublikasikan identitas anak baik sebagai korban, saksi, atau pelaku.
Baca: 51 Hari Kampanye Pilkada, KPAI Terima 22 Aduan Pelibatan Anak
"KPAI tidak bisa melapor. Terus terang korban yang seharusnya melapor. Nah ini jadi hambatan. Kami coba kerja sama dengan Dewan Pers agar KPAI bisa langsung laporkan ke Dewan Pers," kata Retno di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Kamis, 12 April 2018.
Menurut Retno, publikasi identitas anak di dalam pemberitaan peradilan pidana anak bisa berdampak negatif. Bagi anak yang menjadi pelaku kejahatan, misalnya, andai identitasnya tersebar luas berpotensi menghancurkan masa depannya.
"Anak bisa dan pernah salah. Anak belum tahu risiko maka harus diberi kesempatan memperbaiki diri," ucap Retno.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menuturkan MoU ini menyepakati pula agar dibuat pedoman meliput isu anak untuk wartawan. "Ini nanti ranahnya Dewan Pers," kata dia.
Baca: KPAI Peringatkan Sekolah: Hati-hati Terima Lawatan Tokoh Politik
Pedoman ini, kata Yosep, sekaligus untuk melindungi wartawan dari ancaman pidana yang diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. "Penegakannya melalui etik. Nanti pedoman ini jadi rambu-rambu agar tidak terancam pidana," ucapnya.
Selain itu, melalui MoU ini, KPAI dan Dewan Pers sepakat bekerja sama melindungi anak dan mengkampanyekan isu anak. Pasalnya, mereka yang masuk kategori anak saat ini akan berada di usia produktif pada 2030. "Dan saat itu jumlahnya mencapai 70 persen dari seluruh penduduk Indonesia, jadi sangat strategis," kata Yosep.