TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi masih menunggu komitmen Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sekaligus anggota koalisi, Yati Andriyani menuturkan dukungan dari Jokowi itu mesti diwujudkan dalam keputusan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta.
"TGPF mendesak karena satu tahun tidak ada kemajuan dalam kasus ini, jangankan menemukan pelaku intelektual, menemukan pelaku lapangan saja belum berhasil," kata Yati kepada Tempo pada Senin, 10 April 2018.
Baca: Novel Baswedan dan Sejumlah Teror yang Dialami Selama di KPK
Menurut Yati, Jokowi mestinya mempertimbangkan bahwa satu tahun adalah waktu yang cukup lama untuk sebuah kasus yang menjadi perhatian publik. Pengusutan kasus ini, menurut dia, adalah bentuk keberpihakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Jika tindakan teror semacam ini dibiarkan, pelaku tetap berkeliaran, maka yang dipertaruhkan adalah sikap negara ini terhadap pemberantasan korupsi," ujarnya.
Sudah satu tahun semenjak insiden penyerangan terhadap Novel Baswedan, namun kepolisian tidak kunjung menangkap pelaku. Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu diserang pada Selasa pagi, 11 April 2017. Sepupu dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu disiram air keras di wajah dan tubuhnya saat berjalan pulang selepas menunaikan salat Subuh berjamaah di Masjid Al Ikhsan di dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Lokasi kejadian saat Novel Baswedan disiram air keras di dekat kediamannya. Tepat setahun yang lalu pada 11 April 2017, penyidik senior KPK diserang oleh orang tak dikenal. TEMPO/Subekti.
Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan penyidik belum dapat mengidentifikasi dua orang pengendara bermotor yang melakukan penyerangan itu. "Untuk wajah pelaku pun kita belum jelas sekali, siapa yang mengendarai. Jadi sampai sekarang, kami mencoba menggali dari saksi yang lain," ujar dia saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat, 6 April 2018.
Meski demikian, Argo mengatakan kepolisian masiih bekerja serius untuk mengungkap kasus itu. Setiap perkembangan, menurut dia, terus dilaporkan dan dikomunikasikan, baik kepada Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, maupun kepada pimpinan KPK. "Saya rasa belum perlu dilakukan."
Baca: 1 Tahun Kasus Novel Baswedan, Terhenti di Sketsa
Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Syafruddin, mengatakan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis telah melaporkan perkembangan kasus Novel kepada pimpinan KPK pada awal April 2018. Namun, Syafruddin enggan membeberkan sampai di mana kasus tersebut. "Ada yang perlu dibuka ada yang perlu dirahasiakan, karena ini menuju pada tersangka," kata Syafruddin saat ditemui di kantor Dewan Masjid Indonesia pada 2 April lalu.
KPK mengakui telah menerima laporan terbaru soal kasus penyerangan Novel. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, laporan dari kepolisian yang diterima masih sebatas sketsa wajah terduga yang pelaku penyerangan. "Masih tentang penyebaran sketsa wajah," ujar Febri di kantornya, pada 3 April lalu.
Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis, menunjukkan sketsa terduga pelaku penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 24 November 2017. TEMPO/Imam Sukamto
Argo mengatakan, guna mengungkap kasus ini, kepolisian telah memeriksa 68 orang saksi, 38 unit kamera pengawas, menelusuri 109 toko kimia, menyebarkan empat sketsa dan ciri-ciri terduga pelaku, serta membuka saluran pengaduan yang hingga kini telah menerima seribu dering telepon dan 730 pesan singkat. Namun, kata dia, polisi belum bisa mencoba metode deduktif. "Kami belum dapat informasi mengenai kasus apa saja sih yang pernah ditangani, kasus yang besar. Dan apakah pernah mendapat ancaman atau kuntitan," kata Argo.
Atas penyataan polisi itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang juga Pengacara Novel, Alghiffary Aqsa, menilai pernyataan polisi yang masih membutuhkan keterangan kliennya dalam mengungkap kasus itu adalah tidak profesional. Sebab, menurut dia, Novel telah memberikan keterangan yang cukup lengkap saat diperiksa di Singapura. "Apakah orang-orang yang disebut oleh Novel dalam berita acara pemeriksaan sudah seluruhnya diperiksa kepolisian?" kata dia pada 9 April lalu.
Baca: 1 Tahun Kasus Novel Baswedan, Begini Kondisi Matanya
Menurut Alghiffary, dari kronologi yang diceritakan Novel itu ada banyak informasi yang bisa dikembangkn kepolisian. Misalnya, cerita soal adanya pejabat kepolisian yang memperingatkan Novel soal kondisi keamanannya, serta adanya dua anggota detasemen khusus yang memberikan informasi soal orang yang mengintai Novel.
Anggota koalisi lainnya, Haris Azhar mengatakan hasil evaluasi yang diperoleh timnya adalah banyaknya saksi yang ragu pada komitmen polisi membongkar kasus ini. "Mereka juga banyak yang tidak percaya pada polisi," kata dia. "Investigasi kami makin jelas bahwa penting ada TGPF."
Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) didampingi tim advokat hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Pemantauan Kasus Novel Baswedan di kantor Komnas HAM, Jakarta, 13 Maret 2018. ANTARANovel Baswedan mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta pada Selasa, 13 Maret 2018. TEMPO/Fadiyah
Haris pun mengatakan bahwa Novel akan menceritakan banyak hal soal kasus itu, asalkan kepada TGPF. Terlebih, dia khawatir lantaran informasi-informasi yang sebelumnya telah disampaikan justru tidak dimunculkan maupun ditindaklanjuti polisi. "Misalnya, pra-peristiwa itu kami mendapati yang mengintai Novel bukan dua orang, tapi empat. Kenapa tidak pernah dimunculkan?"
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, sekaligus rekan Novel, Dahnil Anzar Simanjuntak menuturkan Novel pasti mau menyampaikan fakta-fakta secara terang benderang kepada TGPF. "Kenapa tidak ke polisi? Sederhana saja, kami tidak percaya pada polisi," kata dia. "Polisi sadar enggak bahwa kami mengalami distrust?"
Baca: Ini Daftar Kasus Kakap yang Ditangani Novel Baswedan
Menurut Dahnil, obat dari ketidakpercayaan masyarakat pada kepolisian adalah dibentuknya TGPF oleh presiden. Walaupun, kata dia, adanya tim itu tidak menjamin penanganan kasus tersebut bisa tuntas sampai ke akarnya.
TGPF, menurut Dahnil, bisa berjalan kalau langsung berada di bawah presiden serta adanya komitmen tinggi dari presiden untuk menuntaskan kasus itu. " Kami butuh komitmen politik presiden," kata dia.
Penyidik KPK Novel Baswedan didampingi tim kuasa hukumnya memberi keterangan seusai menjalani pemeriksaan Tim Pemantauan Kasus Novel Baswedan di kantor Komnas HAM, Jakarta, 13 Maret 2018. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Yati Andriyani berharap polisi membuka diri akan usulan TGPF itu sebagai upaya untuk membantu, mempercepat dan menguatkan pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel. "Jangan 'alergi' terhadap usulan pembentukan TGPF," ujarnya.
Ia meminta segala bentuk potensi konflik kepentingan, relasi KPK dan Polri selama ini tidak mempengaruhi penyidikan. "Waktu satu tahun adalah waktu yang cukup bagi Kapolri untuk mengevaluasi kemandekan pengungkapan kasus ini."