TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengaku belum mendapat surat resmi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang meminta kementeriannya menilai metode pengobatan cuci otak Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Mayor Jenderal dokter Terawan Agus Putranto.
"Saya belum mendapat surat resmi. Tapi memang sudah mendengar bahwa IDI mengatakan akan memberikan namanya Health Technology Assessment (HTA), penilaian teknologi kesehatan, yang di bawah Kemenkes (Kementerian Kesehatan)," kata Nila di Istana Negara, Jakarta, Senin, 9 April 2018.
Nila menjelaskan, HTA merupakan sebuah komite yang diisi para pakar untuk melakukan penilaian terhadap sebuah teknologi kesehatan. Tim HTA nantinya menilai dari segi mutu, biaya, dan pemanfaatannya.
Baca juga: JK: Metode Cuci Otak Dokter Terawan Bermanfaat
Kendati begitu, Nila menuturkan HTA tidak harus selalu di Kementerian Kesehatan. HTA yang berada di bawah Kementerian Kesehatan hanya menilai pemanfaatannya untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). "HTA ini bisa dilakukan di profesi atau di rumah sakit. Jadi mereka masing-masing bawa HTA ini untuk penilaian bahwa alat ini bermanfaat dan sebagainya," ujarnya.
Untuk nasib Terawan sendiri, Nila mengatakan hal itu bergantung pada apa saja yang harus dinilai komite HTA. "Apakah komite HTA dari Kemenkes berhak untuk atau apakah tugasnya untuk menilai itu. Itu dulu yang mau saya selesaikan. Karena yang dinilai di HTA Kemenkes adalah sesuatu yang memang untuk manfaat dari JKN," ucapnya.
Sebelumnya, Pengurus Besar IDI meminta HTA Kementerian Kesehatan menilai metode pengobatan cuci otak dokter Terawan. Sebab, prosedur atau pelayanan pengobatan merupakan ranah HTA. Sedangkan IDI hanya terkait dengan etik keprofesian dokter. Sebelumnya, Terawan dipecat dari keanggotaan IDI ihwal pelanggaran etik.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI memecat keanggotaan Terawan dari IDI selama 12 bulan. Pemecatan itu disebabkan metode cuci otak yang dikembangkan dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tersebut sejak 2004.
Baca juga: Dipecat MKEK IDI, Dokter Terawan: Begitu Tega dan Kejamnya Mereka
Teknik cuci otak merupakan pembersihan sumbatan di saluran darah otak menggunakan obat bernama heparin. Setelah sumbatan dibersihkan, pembuluh darah kembali normal, aliran darah lancar, dan sel tubuh pun segar. Metode ini diduga belum pernah diuji klinis.
Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan rekomendasi penilaian oleh HTA tersebut merupakan salah satu hasil rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI beberapa waktu lalu. Penilaian oleh HTA untuk memeriksa apakah metode cuci otak Terawan karena belum diuji klinis.