TEMPO.CO, Jakarta - Mahfud MD mengusulkan kepada pemerintah agar kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 menyampaikan sejumlah pertimbangan yang menjadi alasannya mengusulkan itu.
"Secara konstitusional, pemilihan presiden dan wakil presiden itu harus langsung, berdasarkan Pasal 6A Undang-Undang Dasar, tetapi Pasal 18 B (UU Dasar 1945) Pilkada itu dipilih secara demokratis, demokratis itu boleh lewat DPRD, boleh lewat langsung," kata Mahfud MD di acara diskusi peluncuran buku 'Intelijen dan Pilkada' karya Stepi Andriani, di Gramedia Matraman, Selasa, 3 April 2018.
Baca: Mahfud MD: Jika UU MD3 Gagal di MK, Presiden Bisa Ambil Langkah
Berdasarkan aturan itu, Mahfud mengatakan secara konstitusional tidak masalah jika kepala daerah dipilih lewat DPRD. Selain itu, apabila diterapkan, money politic bisa dilokalisir. Kerusakan akibat pilkada pun, kata dia, menjadi terbatas pada seseorang dan masyarakat tetap terdidik.
"Kalau pilkada langsung itu seluruh rakyat bisa dirusak, tetapi kalau di DPRD, kita hanya bisa mengawasi beberapa. Misalnya, 50 anggota DPRD Kabupaten, itu, ya bisa diawasi wartawan atau siapa," kata Mahfud.
Pakar tata negara itu menjelaskan, sebelumnya pemikiran itu pernah berkembang dan diterima oleh wakil rakyat pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014. Mahfud bercerita, pada 2012, dia berdiskusi dengan Presiden SBY, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Joko Suyanto, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Ketua KPU saat itu.
Baca: Kata Mahfud MD Soal Dirinya Bisa Dongkrak Elektabilitas Prabowo
Dari hasil pertemuan itu, kata Mahfud, disimpulkan pilkada harus dikembalikan ke DPRD dan kemudian dijadikan Undang-Undang. Tetapi, dia menambahkan, ketika itu tidak bisa langsung diterapkan karena SBY melihat hasil Pilkda 2014.
Pada 2014, Mahfud MD melanjutkan, kalau pilkada diserahkan ke DPRD, nanti seluruh kepala daerah akan dikuasai oleh Prabowo Subianto. Sebab, koalisi Prabowo menang di DPRD-DPRD, tetapi kalah di eksekutif. "Maka timbul desakan agar undang-undang itu dibatalkan. Lalu Pak SBY keluarkan Perppu. Kembali lagi (pemilihan langsung)," kata Mahfud MD.