TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi polemik pencalonan bagi mantan terpidana kasus korupsi dalam pemilihan legislatif. Menurut JK, adanya mantan napi korupsi yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif menjadi pilihan masyarakat.
"Kalau calon itu mempunyai background pernah dihukum tentu berbeda dengan yang tidak. jadi kembali ke masyarakat," kata JK di Kantor Wakil Presiden pada Selasa, 3 April 2018.
Baca: KPU: Larangan Eks Napi Kasus Korupsi Jadi Caleg Rawan Digugat
Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebelumnya meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) meninjau kembali aturan mengenai larangan maju bagi calon anggota legislatif yang pernah terjerat pidana korupsi. Menurut dia, larangan tersebut jangan sampai melanggar hak konstitusional setiap orang untuk memilih dan dipilih.
Polemik ini muncul ketika KPU ingin menegaskan aturan ke dalam Peraturan KPU tentang pencalonan dengan melarang mantan terpidana korupsi menjadi caleg. PKPU ini menjadi turunan dari Pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Baca: Larangan Eks Napi Kasus Korupsi Jadi Caleg, PBB: Itu Kejam
Pasal 240 UU Pemilu mengatur soal calon legislator tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
JK mengatakan, seorang koruptor ada yang tidak dicabut hak politiknya dan ada juga yang dicabut oleh pengadilan. Untuk koruptor yang tidak dicabut hak politiknya, JK mengatakan artinya mereka tidak dilarang untuk berpartisipasi dalam pemilihan legislatif. "Tapi tentu ini pilihan masyarakat sendiri," kata dia.