TEMPO.CO, Jakarta - Setya Novanto meminta maaf apabila dirinya dianggap bersalah ihwal kasus korupsi e-KTP yang menjeratnya. Ia menyampaikan itu seusai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Korupsi, Kamis, 29 Maret 2018.
"Saya minta maaf kepada seluruh anggota DPR dan masyarakat Indonesia. Saya minta maaf kalau sebagai manusia biasa dianggap bersalah, saya mohon maaf sebesar-besarnya," kata mantan Ketua DPR itu.
Baca: Jaksa Tuntut Pencabutan Hak Politik Setya Novanto
Namun, dia berkukuh mengatakan bahwa tidak ada aliran dana yang mengalir ke koceknya. "Uang yang mengalir ke saya juga enggak ada," katanya. Selain itu, dia mengaku telah memberikan informasi yang dia ketahui selama persidangan berlangsung.
Setya berharap permohonannya sebagai justice collaborator bisa dikabulkan KPK. Dia menyatakan bakal menyampaikan detail kronologi yang ia ketahui mengenai kasus itu sejujur-jujurnya. "Dengan sekooperatif mungkin, baik kepada penyidik maupun JPU untuk bekerja sama untuk memberantas korupsi," ucapnya.
Setya dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek e-KTP.
Baca: Setya Novanto Dituntut Ganti Kerugian Negara 7,4 Juta Dolar AS
Dalam kasus ini, Setya dinilai menguntungkan diri sendiri sebesar US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dolar dari proyek e-KTP. Setya pun dituntut berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain itu, jaksa KPK meminta Setya wajib membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima sebesar US$ 7,435 juta dikurangi Rp 5 miliar, seperti yang sudah dikembalikan oleh Setya. Uang pengganti itu harus dibayarkan kepada KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jaksa KPK juga meminta pencabutan hak politik Setya Novanto pada masa waktu tertentu. "Mencabut hak terdakwa dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pemidanaan," ujar jaksa Abdul.
Setya Novanto, kata pengacaranya, Firman Wijaya, berlapang dada menerima tuntutan yang dilayangkan jaksa kepadanya. "Beliau sudah menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat Indonesia. Tentu dengan sikap beliau tadi, beliau berusaha untuk menghormati proses ini dan juga tidak ada reaksi dari beliau yang menggambarkan beliau marah," kata dia.