TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, enggan berkomentar banyak ihwal sidang tuntutan yang akan dijalaninya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini, Kamis, 29 Maret 2018.
"Kita sama-sama dengarkan dan percayakan saja kepada jaksa penuntut umum," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis.
Baca juga: Berapa Tuntutan untuk Setya Novanto? Ini Kemungkinannya
Setya Novanto dijadwalkan menjalani sidang tuntutan hari ini. Dalam sidang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi akan menguraikan tuntutan dan keputusan soal status justice collaborator (JC) yang diajukan Setya. Dalam sidang sebelumnya, Setya menyebutkan sejumlah nama yang menurut dia menerima aliran duit korupsi e-KTP.
Sebelumnya, menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, jika JC Setya dikabulkan, tuntutan akan dipertimbangkan. Namun, ujar dia, jika JC ditolak, tuntutan maksimal akan diajukan.
Di akun Twitter resmi KPK dijelaskan bahwa justice collaborator adalah orang yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar kejahatan di mana ia merupakan bagian dari kejahatan itu sendiri.
Dalam kasus ini, tutur Febri, tuntutan minimal untuk Setya Novanto adalah 4 tahun penjara. Sedangkan tuntutan maksimalnya 20 tahun penjara sampai seumur hidup.
Ditemui sebelum persidangan, penasihat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, mengatakan kliennya siap menghadapi tuntutan hari ini. "Hari ini, Pak Novanto siap. Kami penasihat hukum juga menghadiri sidang tuntutan," ucapnya.
Selain itu, Firman menyatakan kliennya mengambil pilihan menjadi JC karena secara persyaratan undang-undang sudah cukup memadai. "Pertama, beliau mengakui perbuatannya. Kedua, beliau mengembalikan sejumlah Rp 5 miliar," ujarnya. Menurut dia, mengembalikan apa yang diduga hasil tindak pidana adalah bagian dari JC.
Selanjutnya, kata Firman, kliennya juga mau bekerja sama dengan penegak hukum, terutama untuk mendorong keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi, agar mau bekerja sama dengan penegak hukum. Selain itu, kliennya mau memberikan testimoni.
"Dan ini tentu persyaratan yang menurut hemat saya sebagai bagian dari upaya seorang warga negara untuk mau bekerja sama dengan penegak hukum," ucapnya.
Karena itu, ujar Firman, sebaiknya penegak hukum, baik jaksa penuntut umum, KPK, maupun majelis hakim, mempertimbangkan hal-hal tersebut. "Karena kasus e-KTP bukan sekadar kasus serious crime, tapi scandal crime," tutur pengacara Setya Novanto tersebut.