TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, membantah kliennya setengah hati mengajukan justice collaborator (JC) terkait dengan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) lantaran dianggap tidak mengakui menerima dana aliran e-KTP. Menurut Maqdir, Setya memang tidak pernah menerima duit US$ 7,3 juta dari hasil korupsi tersebut.
"Tidak ada alat bukti dan tidak ada barang bukti yang membenarkan Pak Setya untuk mengaku telah menerima uang tersebut," kata Maqdir, Ahad, 25 Maret 2018.
Baca juga: Sidang Setya Novanto, PDIP Minta KPK Fokus Usut Nama-nama di BAP
Jumat lalu, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan lembaganya masih mempertimbangkan pengajuan status justice collaborator oleh Setya Novanto. Namun, kata Febri, masih ada kesan Setya setengah hati mengakui perbuatannya untuk membuka pihak-pihak lain, termasuk pengembalian dana.
Maqdir menegaskan Setya memang tak pernah menerima dana aliran e-KTP. Menurut dia, hal itu diperkuat dengan kesaksian Made Oka Masagung yang membantah telah menyerahkan uang US$ 3,8 juta kepada Setya.
Begitu pula kesaksian Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, yang juga membantah telah menyerahkan uang US$ 3,5 juta kepada Setya. Made Oka dan Irvan merupakan tersangka perantara suap kepada Setya.
"Inilah yang menjadi alasan klien kami tidak bisa mengakui isi surat dakwaan bahwa beliau telah menerima uang tersebut," kata Maqdir.
Maqdir mengatakan selama ini Setya sudah bertindak kooperatif dalam penyelidikan korupsi e-KTP. Dia mengatakan Setya telah mengakui menerima jam merek Richard Mille seri RM 011 dari saksi Andi Agustinus alias Andi Narogong. Setya pun, kata dia, telah mengembalikan uang Rp 5 miliar untuk membayar Rapimnas Partai Golkar 2012 yang diduga berasal dari duit korupsi tersebut.
"Terus terang saya tidak tahu pengakuan bersalah seperti apa yang harus disampaikan di hadapan persidangan untuk mendapat status sebagai justice collaborator," kata pengacara Setya Novanto tersebut.