TEMPO.CO, Jakarta - Elektabilitas Partai Golkar diprediksi bakal stagnan dalam pemilihan umum atau Pemilu 2019. Lembaga Survei Charta Politika Indonesia mencatat dalam survei elektabilitas Golkar di angka 12,5 persen. Angka itu di bawah PDI Perjuangan yang mendapat elektabilitas 27,5 persen.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan Partai Golkar tidak pernah mengalami penurunan atau penaikan elektabilitas yang tajam. Perubahan elektabilitas nyaris tidak terjadi ketika partai berlambang beringin ini diterpa isu korupsi dan kepemimpinan.
Baca juga: Muncul Opsi Jokowi-Airlangga di Pilpres, Golkar Bersyukur
Yunarto menyebutkan Golkar sudah terbiasa dengan isu korupsi. "Isu-isu ketua umumnya, bahkan sekarang jadi tahanan, meski sudah diganti, tapi ternyata tidak membuat Golkar turun tajam," kata Yunarto di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 23 Maret 2018.
Yang menarik, kata Yunarto, partai penguasa Orde Baru tidak pernah mengalami kenaikan elektabilitas secara signifikan. Menurut dia, itu terjadi karena minimnya tokoh yang mampu mendongkrak elektabilitas partai. "Itu dimiliki Gerindra dengan Prabowonya dan yang dimiliki PDIP oleh Jokowi dan Megawatinya," ujar dia.
Yunarto pun mencatat belum adanya tokoh yang bisa mendongkrak suara partai menjadi tantangan berat menjelang pemilihan presiden. Selain itu, perbaikan manajemen dan infrastruktur partai politik, kata dia, menjadi tantangan partai sebelum menghadapi pemilu. "Itu tantangan partai Golkar kalau tidak mau stuck di angka itu saja," ujar Yunarto.
Baca juga: Golkar Telah Mengajak Demokrat Dukung Jokowi di Pilpres 2019
Berdasarkan survei Charta Politika, elektabilitas Golkar pada Januari 2018 berada di angka 12,5 persen. Angka ini naik sedikit pada periode Maret 2017 pada 10,7 persen dan September 2017 pada 10,8 persen. Golkar berada di posisi kedua partai dengan elektabilitas terbesar di bawah PDIP dan di atas Partai Gerindra.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto merespons hasil penilaian survei tersebut. Menurut dia, elektabilitas partainya masih dapat dikerek sebelum hari pemungutan suara. "Kita masih bekerja dan masih punya waktu satu tahun," ujar dia.