TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, menilai pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan terorisme akan banyak membantu pihak kepolisian, selama setiap instansi itu bergerak dalam bidangnya masing-masing.
"TNI membantu dalam bidang taktikal saja," kata Ridwan kepada Tempo pada Sabtu, 17 Maret 2018.
Baca: RUU Terorisme, DPR Putuskan Pelibatan TNI Diserahkan ke Presiden
Adapun maksud bidang taktikal, menurut Ridwan, adalah TNI membantu dalam penangkapan teroris di medan yang cukup berat dan polisi tidak bisa menjangkaunya. Misalnya di pegunungan, hutan lebat, atau vegetasi gelap. Sedangkan untuk penangkapan teroris di dalam kota dan proses interogasi, Ridwan menilai hal tersebut merupakan tugas dan bidang pihak kepolisian.
Persoalan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme menjadi salah satu poin yang diperdebatkan di dalam pembahasan RUU Terorisme. Namun, akhirnya, pada Senin, 12 Maret 2018, pelibatan TNI akan diserahkan langsung kepada Presiden Joko Widodo. Keputusan presiden itu akan tertuang dalam peraturan presiden yang akan mengatur peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menentukan skala ancaman terorisme.
Baca: RUU Terorisme, Wiranto: Pelibatan TNI Bukan Hal Baru
Ridwan mengatakan aturan soal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme akan melegalkan peran instansi tersebut. Misalnya ada penyanderaan seperti kasus Abu Sayyaf, bukan Densus 88 yang akan dikerahkan, melainkan TNI. "Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang TNI Pasal 7 soal tugas operasi militer selain perang," katanya.
Ridwan optimistis masuknya TNI akan membuat pemberantasan terorisme semakin efektif. Selama, kata dia, kepolisian tetap bergerak di ranah penegakan hukum dan TNI di ranah pembantuan teknis.