TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua DPR Setya Novanto mengakui keponakannya sekaligus Direktur Utama PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, menjadi perantara uang suap proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Dia mengatakan, rekannya, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, pernah menitipkan jatah uang suap melalui Irvanto.
"Ada beberapa (orang) yang memang diminta Andi (Narogong) untuk mengantar (uang proyek)," kata Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 12 Maret 2018.
Baca: Sidang Setya Novanto, Kode Amplop Duit E-KTP Pakai Nama Miras
Informasi tentang kurir fee proyek ini terkuak dari dua saksi sidang Setya, yaitu marketing PT Inti Valuta Money Changer, Riswan alias Iwan Barala, dan anak buah Irvanto bernama Muhammad Nur alias Ahmad. Keduanya mengakui adanya pengantaran uang hingga US$ 3,5 juta kepada Irvanto.
Dalam dakwaan, Setya juga sempat disebut menerima uang sebesar US$ 3,8 juta melalui dua perusahaan di Singapura milik rekannya, Made Oka Masagung, yaitu OEM Investmen Pte. Ltd dan Delta Energy Pte. Ltd. Selain itu, Setya tercatat menerima uang dari Irvanto senilai US$ 3,5 juta pada 19 Januari-Februari 2012. KPK telah menetapkan Made sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP bersamaan dengan Irvanto.
Menurut Setya, dirinya telah menyampaikan semua informasi mengenai pengiriman uang proyek tersebut, termasuk orang-orang yang menerimanya. "Irvanto dijanjikan mendapatkan pekerjaan konsorsium. Jumlah uang dari (ditentukan) Andi yang kemudian menyampaikan kepada saya," kata mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Baca: Setya Novanto, Buku Hitam dan Kerinduan pada Anak Bungsu
Muhammad Nur alias Ahmad mengatakan Irvanto menggunakan kode minuman keras untuk membagi jatah fee proyek kepada partai politik di DPR. Menurut dia, kode “McGuire” menunjuk pada jatah partai berwarna merah, “Vodka” partai berwarna biru, dan “Chivas Regal” partai berwarna kuning. Proyek KTP elektronik sendiri memang kerap dihubungkan pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Golkar. "Saya hanya melihat kode ditulis di kertas selembar. Tapi saya tak lihat pembagiannya," kata Ahmad. "Saya hanya ingat yang terakhir untuk itu (DPR) sekitar US$ 2 juta."
Riswan alias Iwan Barala mengatakan pernah mengantarkan uang senilai US$ 3,5 juta dalam tiga tahap kepada Irvanto melalui Ahmad. Menurut dia, penyerahan uang terjadi di kediaman Irvanto. "Saya hanya kurir yang mengantar," kata Riswan.
Dalam dakwaan hingga putusan kasus e-KTP, sejumlah politikus Senayan masuk daftar penerima uang proyek. Sejumlah nama bahkan sudah menjadi tersangka dan mendekam di penjara, seperti Setya Novanto, Markus Nari, serta Miryam Haryani. KPK menyatakan jumlah tersangka kasus senilai Rp 5,9 triliun tersebut akan bertambah dari cluster politikus yang turut membahas dan menyetujui anggaran. "Ada banyak nama yang sudah sering kami sebutkan dalam dakwaan dan tuntutan. Intinya memang ada tiga cluster (pelaku), yaitu pemerintah, parlemen, dan swasta," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Keponakan Setya Novanto, Irvanto telah menjadi tahanan di Rumah Tahanan Polisi Miter Jaya Guntur sejak 9 Maret lalu. Sebelumnya, penyidik KPK sempat memeriksa Irvanto perihal transaksi keuangan dan hubungan dengan kantor penukaran uang. Namun Irvanto terus membantah keterlibatannya dalam proyek e-KTP, termasuk menjadi penyalur duit ke sejumlah anggota DPR. Dia juga membantah memiliki rekening yang kerap digunakan sebagai perputaran aliran uang proyek KTP elektronik. "Itu semua bohong," kata Irvanto, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, 5 Maret lalu.
ALFAN HILMI l AJI NUGROHO