TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang mengatakan lembaganya belum menentukan sikap terkait permohonan Setya Novanto menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang menjeratnya.
"Tentang JC kita masih belum memutuskan, tunggu saja dulu. Kalau masih penyelidikan, tentu saya tidak akan jawab," ujar Saut saat dihubungi Tempo, Sabtu, 3 Maret 2018.
Baca: Akui Rekaman Jaksa, Pengacara: Setya Novanto Serius Ajukan JC
Sebelumnya, kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, menjelaskan kliennya serius dalam mengajukan JC kepada KPK. Hal itu dibuktikan dengan sikap kooperatif Setya yang mau mengakui rekaman yang diajukan jaksa sebagai barang bukti dalam persidangan Senin, 26 Februari 2018 lalu.
"Permohonan sudah disampaikan dengan memberikan surat, artinya beliau serius untuk justice collaboration," ujar Maqdir saat dihubungi Tempo, Sabtu, 3 Maret 2018.
Adapun bukti yang diakui Setya itu adalah rekaman percakapan antara dirinya, bos PT Biomorf Mauritius Johannes Marliem, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Percakapan antara dia, Andi, dan Marliem, diakui Setya terjadi di kediamannya.
Baca: BAP Nyatakan Setya Novanto Turut Menekan Miryam Haryani
Dalam rekaman itu, Setya Novanto menyebut mengenai biaya ongkos Rp 20 miliar jika dia sampai tertangkap KPK dan menyebut partai Demokrat sebanyak dua kali.
Di persidangan sebelumnya, Kamis, 22 Februari 2018, Setya Novanto, belum mengakui bukti rekaman yang diajukan oleh jaksa KPK itu.
Menurut Maqdir, kliennya itu lupa untuk mengakui rekaman tersebut di persidangan Kamis pekan lalu. Padahal, Maqdir mengklaim sudah memberitahu Setya untuk mengakui bukti yang diajukan jaksa tersebut. "Setya baru mengakui itu kemarin, karena kelupaan di sidang sebelumnya," kata dia.
Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Setya Novanto berperan sebagai orang yang meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011. Saat itu dia masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya disebut menerima total fee US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.