TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan akan mengutamakan eksekusi mati terhadap terpidana pengendali narkoba di balik jeruji penjara. Terlepas dari kontroversi dan tekanan, Prasetyo mengatakan hal tersebut harus dilakukan karena berdampak buruk bagi moral bangsa Indonesia.
"Sampai sekarang kita menyatakan perang dan darurat terhadap narkoba. Proses hukum tidak ada kompromi. Tentu akan kita prioritaskan mereka yang sudah dalam penjara juga menjadi pengendali jaringan narkoba di luar," ungkap Prasetyo di Undip Semarang, Kamis 22 Februari 2018.
Baca juga: Muladi: Hukuman Mati Bersyarat Jalan Tengah Polemik Pidana Mati
Terlebih, kata dia, belum lama ini ditemukan kasus pengedar narkoba kelas kakap yang diungkap Badan Narkotika Narional (BNN) di perairan Anambas Kepulauan Riau. Para pelaku merupakan warga kebangsaan Taiwan dengan barang bukti 1,6 ton sabu.
Apakah tahun ini dieksekusi, Prasetyo akan menilik dulu proses hukumnya sudah sejauh mana terhadap para terpidana mati narkoba yang masih ditahan. Ia menyebut, jumlah terpidana mati yang ada saat ini ada 100 lebih baik dari terpidana narkoba dan kejahatan lainnya.
"Kita di bagian ujung dan tengah nanti, saat proses hukum, diproses pengadilan. Sejauh ini kendala teknis dan non teknis ada. Seperti aspek yuridis yang harus melalui banding dan kasasi, PK (Peninjauan Kembaki) yang bisa sampai lebih dari sekali, termasuk grasi dengan kurun waktu yang belum ditentukan," ujar Prasetyo.
Baca juga: Yusman Telaumbanua, Kisah Kejanggalan Vonis Hukuman Mati
Prasetyo menampik banyak tekanan terhadap kebijakan pelaksanaan hukuman mati tersebut. "Tekanan, kita hanya memperhatikan situasi seperti apa. Masih ada pro kontra. Di negara kita banyak yang menilai tidak perlu eksekusi mati namun mereka tidak tahu dampaknya," tandas Prasetyo