TEMPO.CO, Tasikmalaya - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengadakan workshop Santri Tani di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu 17 Februari 2018. Ketua Umum HKTI Jenderal (Purnawirawan) Moeldoko memboyong sejumlah ahli branding ke pesantren tersebut.
"Saya ingin mereka (para ahli) memberikan ilmu bagaimana mem-branding (usaha membesarkan sebuah merek) sesuatu agar sesuatu yang dihasilkan dari kalangan pesantren bisa ditingkatkan value-nya," kata Moeldoko.
Baca: Pimpin HKTI, Moeldoko Ajak Anak Muda Kembangkan Sektor Pertanian
Ihwal nama Santri Tani, Moeldoko mengisahkan bahwa dulunya dia tinggal di surau kecil dan diajar oleh seorang kiai. "Oleh orang tuanya, (kiai itu) disekolahkan di suatu tempat. Setelah kembali ke kampung dia jadi center gravity, jadi tumpuan orang tua kita dalam mendistribusikan ilmunya," kata Kepala Staf Kepresidenan tersebut.
Moeldoko mengaku memikirkan saat santri lulusan pondok kembali ke daerahnya masing-masing. Saat itulah santri akan menjadi center gravity, jadi tumpuan bagi masyarakat yang ada di situ. "Itu dari sisi agama," katanya.
Simak: Motivasi Petani, HKTI Gelar Syukur Panen di Indramayu
Dari sisi lain, ujar Moeldoko, HKTI ingin memberi sesuatu kepada para santri, yaitu membekali ilmu teknologi. Tujuannya agar mereka dapat mengaplikasikan ilmunya di masyarakat, sehingga selain memiliki bekal ilmu agama juga memiliki modal yang lain. "Punya modal teknologi dan manajemen di bidang pertanian, baik on farming maupun off farming," katanya.
Moeldoko juga mengajak minimarket ternama untuk membantu menjualkan barang-barang produksi para santri. Dengan begitu, saat santri kembali ke masyarakat memiliki nilai-nilai lain diluar agama. "Jadi anak-anak kita nanti diajari mulai bagaimana on farming, mem-branding sesuatu dan jika telah jadi, marketnya telah kita siapkan," tutur mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu.
Lihat: Ketua HKTI Pusat, Tabur Benih Padi di Bojonegoro
Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda Asep Maoshul Affandi menyambut baik upaya HKTI. Selama ini, persoalan yang dihadapi bukan pada proses produksi. "Tapi pascapanen. Masalahnya adalah pasar," jelasnya.
Menurut Asep, produk yang dihasilkan santri sudah sangat bagus. Ada alumni Ponpes Miftahul Huda atau Hamida yang sudah berhasil memproduksi kopi di daerah Lampung. "Ada juga alumni yang saat masih mondok sampai sekarang menanam kangkung, bahkan bisa naik haji dengan menjual kangkung," ucapnya.
CANDRA NUGRAHA