TEMPO.CO, Jakarta - Cerita Setya Novanto tak pernah absen dari perbincangan publik. Namanya semakin dikenal publik setelah terseret dalam kasus megakorupsi proyek pengadaan karti tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Setya yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus Ketua Umum Partai Golkar akhirnya secara resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 November 2017 setelah lembaga antirasuah itu kembali menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 31 Oktober 2017.
Baca: Curhat Setya Novanto ke Teman Selnya: Kangen Istri, Alquran..
Sebelumnya KPK menetapkan Setya sebagai tersangka dalam kasus yang sama pada 17 Juli 2017, tetapi gugur karena politikus Partai Golkar itu memenangkan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 September 2018.
Saat ini, perkara Setya Novanto sudah memasuki tahap persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari jaksa penuntut umum KPK.
Setelah Setya ditahan KPK, rentetan peristiwa muncul. Orang-orang yang sebelumnya ada di sekitarnya, ikut ditangkap KPK, seperti Fredrich Yunadi, pengacara yang sebelumnya membela Setya, Bimanesh Sutarjo, dokter Rumah Sakit Media Permata Hijau, yang sempat merawat Setya, ditetapkan sebagai tersangka. Setelah itu, di persidangan, tiba-tiba muncul nama mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono disebut terkait kasus e-KTP. Berikut ini rentetan peristiwa setelah Setya ditahan KPK.
1. Fredrich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK
Bekas kuasa hukum Setya, Fredrich Yunadi, ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Fredrich diduga telah memanipulasi data medis setelah Setya kecelakaan mobil di kawasan Permata Hijau, Jakarta. Saat itu bahkan, Fredrich menyebut Setya mendapat benjol di dahinya sebesar bakpao.
KPK lantas menemukan bukti ada dugaan merintangi penyidikan (obstruction of justice) perkara Setya yang dilakukan Fredrich. Caranya, Fredrich bersama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, memanipulasi data medis itu. KPK juga menduga, Fredrich telah memesan satu lantai kamar inap VIP.
Karena itu, Fredrich ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice pada 10 Januari 2018. Dua hari kemudian, KPK menciduk Fredrich. Setelah penangkapan itu, keesokan harinya, bekas pengacara Setya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
2. Nama SBY muncul dalam persidangan Setya Novanto
Dalam persidangan Setya pada 25 Januari 2018, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR periode 2010-2012 sekaligus mantan politikus Partai Demokrat Mirwan Amir mengakui pernah menceritakan kepada SBY ihwal adanya masalah dalam proyek e-KTP.
Mirwan menceritakan bahwa dirinya mendengar dari pihak swasta bernama Yusnan Solihin bahwa ada masalah di program e-KTP. Karena itu, saat berada di Cikeas, Mirwan menyampaikan ke SBY mengenai hal itu dan menyarankan agar SBY menghentikan proyek tersebut.
Namun, saat itu, SBY merespons bahwa proyek itu harus dilanjutkan. "Tanggapan SBY ini menuju pilkada bahwa proyek ini harus diteruskan," ujar Mirwan.
3. SBY Laporkan Firman Wijaya ke Bareskrim Mabes Polri
SBY melaporkan Firman Wijaya ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik pada 6 Februari 2018. Laporannya tertuang dalam surat Nomor LP/187/II/2018.
SBY merasa difitnah setelah namanya muncul dalam persidangan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Selain itu, SBY merasa difitnah atas pernyataan Firman bahwa proyek e-KTP dikuasai oleh Partai Pemenang Pemilu 2009-2014.
Tak hanya SBY, anggota Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ardy Mbalembout juga melaporkan Firman atas dugaan yang sama pada Selasa, 13 Februari 2018. Ardy mengaku laporannya itu mewakili tiga elemen, yakni Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Kongres Advokat Indonesia, dan Tim Pembela Demokrasi (TPD).
Polemik antara SBY dan Firman mencuat seusai Mirwan Amir bersaksi dalam persidangan Setya pada 25 Januari 2018. Mirwan mengaku pernah menyarankan SBY untuk menghentikan proyek e-KTP karena bermasalah. Namun, SBY merespons bahwa proyek itu harus berjalan.
Menanggapi hal ini, Setya menjelaskan, pengacaranya hanya ingin mengklarifikasi pernyataan Mirwan untuk mengungkap kebenaran.
Pembelaan terhadap SBY semakin meluas. Pada Selasa, 6 Februari 2018, politikus Partai Demokrat Andi Arief mencuit bahwa Firman diduga melakukan pemufakatan jahat sehubungan disebutnya nama SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Andi mengungkapkannya melalui akun Twitter @andiarief_ dengan mencantumkan nama beberapa politikus. Dalam akun itu tertulis:
Kemudian, pada pagi harinya, beredar surat Mirwan Amir bahwa persidangan 25 Januari 2018 lalu yang menyebut nama SBY adalah hasil permufakatan jahat Firman Wijaya, Saan Mustofa, Anas Urbaningrum, dan Setnov. Kami masih klarifikasi kebenarannya.'
Firman membantah adanya pemufakatan jahat ihwal disebutnya nama SBY dalam sidang Setya. Firman mengklaim tak ada lobi atau permintaan terhadap penjelasan Mirwan. "Ini peradilan, terbuka semuanya. Lobi apa, lobi itu di DPR," kata Firman sambil tertawa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Februari 2018.
Menurut Firman, yang dilakukannya adalah mengadili kasus hukum. Karena itu, sidang Setya yang merupakan kliennya tak berkaitan dengan partai politik.
4. Buku hitam Setya Novanto
Belum selesai persoalan SBY dengan Firman, Setya Novanto kembali memunculkan isu. Menjelang sidang lanjutan pada Senin, 5 Februari 2018, ia membuka buku catatannya yang bersampul hitam.
Awak media yang mengerumuninya melihat isi buku itu. Pada salah satu halaman buku tersebut tertulis nama Nazaruddin dan Ibas. Di atas dua nama itu, tertulis justice collaborator.
Baca: Buku Hitam Setya Novanto, KPK: Akan Berharga kalau Disampaikan
Nama Nazaruddin berada persis di bawah tulisan justice collaborator. Di bawah nama Nazaruddin, Setya menggambar dua tanda panah. Tanda panah pertama berwarna hitam dan tertulis nama Ibas. Ada juga tanda panah berwarna merah di bawah nama Ibas dan tercantum angka USD 500 ribu.
Setya tak mau menjelaskan maksud tulisannya itu. Pengacaranya pun enggan berkomentar. Firman meminta wartawan untuk sabar karena akan ada waktunya Setya membongkar nama-nama lain dalam kasus megakorupsi ini.
Menurut Firman, buku hitam milik kliennya itu seperti kamus hukum alias black's law dictionary. "Mungkin saja ini kamus yang ingin beliau tuliskan tentang seperti apa sih struktur kasus e-KTP," kata Firman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2018.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan memastikan tidak ada dana proyek e-KTP yang mengalir ke anak kedua SBY, Ibas. Hinca mengklaim, Ibas bersih dan tak ada kaitannya dengan proyek itu.