TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan menyebut pemerintah daerah paling bertanggung jawab dalam kasus kematian 72 orang karena campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Anung Sugihantono mengatakan ada kelambanan dinas kesehatan kabupaten dan provinsi dalam menginformasikan kasus campak yang terjadi di Asmat, September lalu.
“Sebelum Natal, kami mengumpulkan dinas kesehatan provinsi untuk mengevaluasi program. Dari Papua juga datang kepala dinasnya, tapi tidak ada cerita soal campak dan gizi buruk. Kalau tidak ada laporan, kami tidak bisa merespons,” kata Anung kepada Tempo, Kamis, 8 Februari 2018.
Baca: Wabah Campak di Kabupaten Asmat, Kapolda: Dokter Sangat Minim
Menurut dia, wabah campak terjadi karena program vaksinasi belum menjangkau semua penduduk Asmat. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah mengirimkan vaksin tersebut ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Selanjutnya, dinas kesehatan provinsi bertugas memastikan distribusi vaksin itu hingga ke kabupaten/kota dan menjangkau semua penduduk. Faktanya, kata Anung, pengawasan itu tak berjalan.
Bupati Asmat, Elisa Kambu, justru menyalahkan masyarakat. Memang, ada persoalan akses ke pusat kesehatan yang jauh. Tapi penduduk Asmat, kata Elisa, tak punya kesadaran untuk mengunjungi puskesmas. “Saat petugas melakukan vaksinasi di kampung, masyarakat malah pergi ke hutan mencari makanan,” kata dia.
Pada awal Februari lalu, Tempo menelusuri masalah kesehatan di sejumlah distrik di Kabupaten Asmat. Pengakuan penduduk setempat, petugas kesehatan tak pernah datang ke wilayah mereka. Victor Paya, Kepala Kampung As, Distrik Pulau Tiga, mengatakan vaksinasi baru dilakukan setelah pemerintah menetapkan kejadian luar biasa. Hingga 4 Februari lalu, ada 17.337 anak yang telah divaksin.
Baca: Atasi Kesehatan di Asmat, Jokowi: Infrastruktur Harus Rampung
Tempo juga mendatangi puskesmas pembantu di Kampung As dan Atat, Distrik Pulau Tiga. Puskesmas itu kosong. Hanya ada bangsal pasien tak berkasur yang ada di dalam rumah berkelir putih tersebut. Ilalang dan tumbuhan liar lainnya mulai memenuhi rumah panggung itu. Menurut Victor, petugas kabur tak kembali tanpa alasan yang jelas. “Sudah setahun kosong karena ditinggalkan petugasnya,” kata Victor.
Bupati Elisa Kambu tak memungkiri banyak pustu yang tak ada petugasnya. Elisa menilai perilaku masyarakat yang kerap menyalahkan petugas ketika ada yang sakit parah menjadi penyebab mereka kabur. “Makanya, kami menoleransinya,” ujar dia.
Sebenarnya, Kementerian Kesehatan sudah mendeteksi kemungkinan terjadinya gizi buruk di wilayah Papua. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Anung Sugihantono mengaku sudah menyerahkan daftar penduduk potensial gizi buruk hasil pengawasan lembaganya kepada Dinas Kesehatan Provinsi Papua pada Oktober tahun lalu. Data itu lengkap dengan nama penduduk dan alamatnya.
Pun, Kementerian Kesehatan sudah mengirimkan bantuan makanan tambahan berupa biskuit pada bulan yang sama. Rupanya, berton-ton biskuit tersebut hanya disimpan di Jayapura dan tak dikirim ke Asmat. Bupati Elisa mengatakan biskuit bantuan Kementerian Kesehatan baru diterima setelah penetapan kejadian luar biasa.
Masalah kesehatan tak hanya terjadi di Asmat. Tim Investigasi Tempo menemukan pelayanan kesehatan di Papua masih buruk. Angka kematian pasien di rumah sakit pun menjadi yang tertinggi di Indonesia. Baca investigasi selengkapnya di majalah Tempo pekan ini.
TIM INVESTIGASI TEMPO