TEMPO.CO, Jakarta - Dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3, ada aturan yang menyebut polisi wajib membantu DPR memanggil paksa lembaga atau individu yang mangkir dari panggilan legislatif. Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, mengatakan hal itu merupakan bagian dari mekanisme kontrol DPR.
“Karena prinsip mekanisme kontrol adanya di DPR, sebagai representasi rakyat yang dipilih melalui pemilu,” kata Masinton di Kompleks Parlemen, Jumat, 9 Februari 2018.
Baca juga: Penambahan Kursi Pimpinan DPR, MPR, dan DPD Dibahas di Paripurna
Masinton menjelaskan, penambahan poin pada pasal 73, terkait dengan pemanggilan paksa pihak yang akan diperiksa DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan, yang sudah disepakati oleh DPR dan pemerintah. Dia menambahkan, pasal tersebut berfungsi sebagai pengawas politik, bukan pengawas penegak hukum secara biasa.
Masinton menjelaskan, jika ada pihak yang mangkir dari panggilan DPR, akan ada penjemputan paksa yang dibantu oleh Kepolisian RI. “Kalau dipanggil tiga kali berturut-turut mangkir tanpa alasan yang jelas,” kata dia.
Pemanggilan paksa tersebut, berlaku untuk semua orang yang bersinggungan dengan DPR. Masinton mengatakan penyanderaan tersebut berupa penahanan di kepolisian selama 30 hari. “Ini berlaku untuk setiap orang,” ucap dia.
Baca juga: Bambang Soesatyo Ketua DPR, Golkar Ingin Beresi Revisi UU MD3
Sebelumnya, rapat kerja yang diselenggarakan antara Komisi Hukum DPR dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyepakati adanya penambahan poin dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Alasan disepakatinya poin tersebut agar ada payung hukumnya ketika kepolisian melakukan penindakan pemanggilan paksa.