TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menilai keberadaan pasal penghinaan presiden rawan digugat ke MK. Potensi gugatan itu muncul jika nantinya pasal penghinaan presiden disetujui untuk berada dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas di DPR.
"Itu tetap berlaku sebagai produk legislasi, tapi paling-paling akan ada yang menguji kembali ke MK," kata Fajar saat dihubungi di Jakarta, Ahad 4 Februari 2018.
Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Membuat Demokrasi Indonesia Mundur
Fajar pun sangsi jika MK nantinya akan mempertahankan pasal penghinaan presiden. Sebab, kata dia, Mahkamah akan mempertimbangkan putusan uji materi soal pasal penghinaan presiden pada 2006. "Dalam memutus, MK sudah tentu juga akan merujuk pada putusan terdahulu," kata dia.
Pasal penghinaan presiden menjadi polemik dalam pembahasan RUU KUHP. Pasal 263 draf rancangan KUHP menyebutkan seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana paling lama lima tahun penjara. Pasal ini dipertahankan meski telah dibatalkan MK.
MK sebelumnya telah membatalkan pasal itu pada 2006 karena dinilai melindungi kekuasaan. MK membatalkan setelah adanya uji materi yang diajukan pengacara Eggi Sudjana dan Pandopotan Lubis. Putusan ini tercatat dalam Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Baca juga: Pengamat: Pasal Penghinaan Presiden Kembalikan Budaya Feodal
Beberapa pertimbangan disebut dalam putusan 03-022/PUU-IV/2006, diantaranya pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena rentan pada tafsir apakah protes, pernyataan pendapat, atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Selain itu, mahkamah juga berpeluang menghambat hak atas kebebasan berpendapat.
Selain itu, MK juga menilai delik penghinaan terhadap presiden dilakukan atas dasar pengaduan. Mahkamah juga mempertimbangkan Indonesia sebagai negara hukum, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, dan menjunjung tinggi HAM dalam UUD 1945. Mahkamah menilai beleid itu tidak sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum.