TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri merayakan ulang tahunnya yang ke-71 pada hari ini, Rabu, 23 Januari 2018. Di usia lebih dari tujuh dasawarsa ini, perempuan bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri ini telah melewati karir politik selama 32 tahun dengan berbagai kisah yang mengiringinya.
Dalam beberapa kali pidatonya, Megawati kerap berujar bahwa dirinya sudah menjadi seorang nenek, tetapi masih saja ditugasi menjadi pemimpin partai. "Orang enggak suka kalau dengar saya sudah nenek. Sudah jadi nenek masih saja disuruh jadi ketua umum," gurau Megawati saat mengumumkan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur dan Sulawesi Selatan di kantor DPP PDIP, Jakarta, Ahad, 15 Oktober 2017.
Baca: Ulang Tahun ke-71, Megawati Telah 32 Tahun Berpolitik
Tidak hanya karir politik yang panjang, nama Megawati juga tak terlepas dari perjalanan PDI Perjuangan. Tak heran, putri tertua Presiden Sukarno ini bahkan sudah menjabat sebagai ketua umum partai sejak tahun 1993. Ketika itu namanya Partai Demokrasi Indonesia. Sebelumnya, yakni pada rentang 1987 hingga 1992, Megawati terjun ke partai politik dengan menjadi Ketua PDI Cabang Jakarta Pusat.
Megawati dikukuhkan menjadi Ketua Umum PDI pada Desember 1993 melalui musyawarah nasional Partai yang digelar di Hotel Garden Kemang, Jakarta Selatan. Dia menjadi perempuan pertama yang menduduki pucuk kepemimpinan partai, setidaknya selama Orde Baru. Pengukuhannya pun terjadi dengan suara bulat diiringi tepukan riuh dari para pendukungnya.
Sebenarnya, kemunculan Mega sebagai calon kuat ketua umum partai ketika itu terkesan tak dikehendaki pemerintah. Proses politik berjalan macet, sampai akhirnya Agum Gumelar turun tangan. Agum ketika itu berpangkat Brigadir Jenderal dan menjabat sebagai Direktur Badan Intelijen Strategis Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Proses politik pun menjadi cair. ABRI juga terlibat mengamankan berjalannya munas dari sejumlah pihak yang ingin menjegal Megawati.
Baca juga: Megawati Soekarnoputri Tak Tamat Kuliah tapi Raih 5 Gelar Doktor
Pada periode pertama ini, Megawati menjabat sebagai ketua umum pada 1993-1998. Pada 1996, kepemimpinan Mega sempat digoyang oleh kubu Soerjadi, ketua umum PDI versi kongres Medan yang terpilih atas peran Presiden Soeharto. Konflik tersebut bahkan berakhir dengan sebuah peristiwa berdarah pada Sabtu, 27 Juli atau yang biasa disebut Kudatuli (Kerusahan dua puluh tujuh Juli). Menurut catatan Komnas HAM, peristiwa itu menyebabkan lima orang meninggal, 149 orang luka-luka, 136 orang ditahan, dan 23 orang dihilangkan secara paksa dalam dan pasca- peristiwa. Setelah peristiwa, nama PDI berubah menjadi PDI Perjuangan.
Selanjutnya, Megawati kembali terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan pada 1998. Kepemimpinan Megawati sedianya berlangsung hingga tahun 2003, tetapi PDIP kemudian menggelar Kongres I di Semarang, Jawa Tengah pada 2000. Kendati kembali mengukuhkan Megawati sebagai Ketua Umum, masa jabatannya diperbarui dari 2000 hingga 2005.
Pada rentang 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Megawati juga menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian, pada 23 Juli 2001, Megawati dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Gus Dur yang diberhentikan melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan begitu, Megawati bukan hanya perempuan pertama yang menjadi pucuk pimpinan partai politik, tetapi juga perempuan pertama yang menjadi presiden di Indonesia. Megawati menjabat sebagai Presiden RI hingga 20 Oktober 2004, didampingi politisi Partai Persatuan Pembangunan, Hamzah Haz sebagai wakil presiden.
Langkah politik Megawati Soekarnoputri untuk kembali menjadi presiden gagal setelah dia kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan umum 2004. Setelah purna karir di pemerintahan, Megawati sepenuhnya mengurus partai. Dia kembali ditetapkan sebagai orang nomor satu di partai berlambang banteng moncong putih ini pada periode 2005-2010 (Kongres II), 2010-2015 (Kongres III), dan 2015 -2020 (Kongres IV).
MAJALAH TEMPO | PDAT