TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengatakan setiap tahun setidaknya ada dua calon hakim yang menderita gangguan jiwa. Hal ini disebabkan adanya pertentangan batin dalam diri mereka setelah mulai mengikuti pembekalan.
Menurut Abdullah, ada peserta yang lolos menjadi calon hakim, tapi tidak diizinkan orang tuanya. Sebaliknya ada pula orang tua yang justru memaksakan anaknya menjadi hakim.
Baca juga: MA Gelar Pembekalan untuk Tingkatkan Integritas Calon Hakim
"Saat proses pendidikan, goncang kejiwaannya. Ada teman saya sampai sekarang masih sakit jiwa," kata Abdullah dalam konferensi pers di kantor MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat, 12 Januari 2018.
Abdullah menjelaskan, hal ini lantaran ada sejumlah calon hakim yang lolos seleksi dan dianggap berkualitas, tapi mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Di antaranya ada 15 orang yang mundur sebagai calon hakim karena tidak mendapat izin dari orang tua.
Meski calon hakim itu telah lolos seleksi, MA tidak kuasa menahan mereka. Bahkan, kata Abdullah, ke-15 orang itu sampai memohon kepada orang tuanya agar diizinkan. "Kalau dipaksakan, akan berbahaya," ujarnya. Akibatnya, 15 orang mundur, maka calon hakim yang tadinya tidak lolos bakal menggantikannya.
Baca juga: Ketua MA: Jumlah Aduan Aparatur Peradilan 2017 Turun 2,11 Persen
Berdasarkan hasil seleksi calon hakim MA tahun anggaran 2017, total calon hakim yang diterima adalah 1.577 orang dengan laki-laki sebanyak 1.035 orang dan perempuan 542 orang.
Para calon hakim ini akan digembleng selama tiga hari di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pada Februari mendatang. Penggemblengan dilakukan sejumlah pemateri dengan tujuan agar mereka menjadi hakim berkualitas. Para pemateri berasal dari pemerintah, MA, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Kepegawaian Negara, juga Ombudsman Republik Indonesia.