INFO JABAR - Menjadi pemimpin organisasi memang tidak mudah. Kalimat itu dilontarkan istri Gubernur Jawa Barat, Netty Prasetiyani Heryawan, saat berbincang dengan istri Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Fery Farhati Anies Baswedan, di Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta, Jalan Taman Suropati 75, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Januari 2017. Saat itu, Netty menemui Fery untuk berbagi kiat berorganisasi ataupun menjalankan tugas-tugas lain sebagai istri gubernur. Maklum saja, Netty sudah 10 tahun atau dua periode mendampingi suaminya, Ahmad Heryawan, membangun Jawa Barat.
Kunjungan Netty, yang juga Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jawa Barat, pun terlihat menjadi penyemangat bagi Fery yang baru seumur jagung bertugas sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi DKI. Keduanya sebagai istri gubernur memang bukan hanya ex officio menjadi Ketua Tim Penggerak PKK, tetapi juga menjadi Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi, serta beberapa posisi atau jabatan sosial, seperti Bunda Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) dan penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP).
Suasana audiensi terjalin begitu hangat. Netty membandingkan kondisi kepemimpinan di Jawa Barat dengan di DKI saat ini. “Kalau dibilang, situasi saat ini sedang terbalik. Saya sedang ‘beres-beres’ bersiap untuk ‘meninggalkan’ Jawa Barat. Sedangkan Ibu Fery ‘beres-beres’ untuk mulai mengenal DKI,” katanya dibalas dengan tawa peserta audiensi. Pertemuan itu menjadi ajang bagi kedua istri gubernur yang bertetangga ini untuk saling mencurahkan isi hati tentang suka duka menjadi istri kepala Daerah.
“Tantangan yang saya hadapi sewaktu awal menjadi Ketua PKK adalah bagaimana memetakan sumber daya manusia yang ada, agar dapat bekerja sama dan menyukseskan program saya. Demikian juga di Dekranasda. Saya butuh orang-orang yang bersemangat, berenergi, dan berwawasan terbuka. Karena itu, saya mengubah komposisi kepengurusan. Kita harus berani mengorbankan sesuatu demi program kerja yang lebih baik lagi. Ya, risikonya mungkin ada yang enggak suka sama saya,” ujarnya.
Menurut Netty, ketika menjadi istri kepala daerah, semua mata tertuju padanya. “Ini adalah pertaruhan karena masa jabatan suami hanya lima tahun, paling banter dua periode, sepuluh tahun. Jadi, komitmen saya adalah bagaimana menciptakan perubahan. Saya ingin meninggalkan kesan baik bagi masyarakat ketika nanti saya meninggalkan organisasi dan Jawa Barat," ucapnya.
Fery sangat antusias mendengarkan cerita Netty. Bahkan, ia beranggapan Netty pantas menjadi contoh karena sudah terbukti dengan berbagai prestasi dan penghargaan yang telah diraih. Netty pun berbagi pengalaman dan menjelaskan bagaimana ia memformulasikan program kerja di organisasi yang dipimpinnya. “Hari ini, saya merasa beruntung. Seharusnya saya yang datang ke Bandung mengunjungi Ibu Netty. Ini malah saya yang dikunjungi,” tuturnya.
Feri mengaku, dia masih meraba-raba dalam berorganisasi. "Saya membutuhkan kiat untuk mengoptimalkan peran saya. Apalagi saya tahu Ibu Netty sangat aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, penanganan kekerasan, dan penjemputan korban trafficking. Ini momen yang sangat penting, karena saya bisa berbagi pengalaman dengan Bu Netty,” katanya.
Menyikapi cara Netty tentang berorganisasi tersebut, Fery mengaku kagum. Ia merasa sangat terinspirasi untuk lebih berani mengarahkan anggotanya guna menyukseskan program kerja organisasi. Dalam dialog tersebut, Netty juga menambahkan pentingnya program terobosan yang mampu memberi solusi bagi permasalahan serta jangan lupa untuk membangun jaringan kerja yang solid dan kokoh dengan berbagai komponen masyarakat.
“Alhamdulillah, terima kasih, Ibu Netty sangat menginspirasi. Selama ini saya begitu terkungkung oleh program yang sudah ada dan pengurus sebelumnya. Dari cerita Ibu Netty, saya harus berani mengarahkan dan bisa menggerakkan program kerja yang saya maksud. Termasuk saran beliau untuk membentuk tim kajian yang akan memberikan masukan tentang ketahanan keluarga, pengasuhan, pencegahan kekerasan, dan perlindungan anak, serta perhatian kepada lansia dan penyandang masalah kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Dalam dialog, tampak juga hadir sebagai peserta audiensi Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati, jajaran pengurus bidang perempuan PKS yang dulu menjadi partai pengusung Anies-Sandi, dan Ustadzah Athifah Hasan beserta rombongan.
“Insya Allah sambil berjalan saya akan belajar melihat situasi. Kuncinya, yang saya garis bawahi dari Bu Netty adalah kita harus mengisi celah yang tidak tertangani Pak Gubernur melalui peran dan kewenangan yang diberikan. Ke depan, saya juga akan lebih memerhatikan kaum perempuan, lanjut usia (lansia), dan anak,” kata Fery.
Di akhir pertemuan, Netty memberikan buku tentang kiprah P2TP2A Jawa Barat, yakni Perjuangan Melawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, serta sejumlah produk unggulan Jawa Barat sebagai cendera mata, seperti tas bordir Tasikmalaya, kain tenun bulu Garut, dan kotak kayu kartu nama, kepada Fery. Sebagai balasan, istri Gubernur DKI ini juga memberikan dompet kain motif batik dan tatakan gelas. Pertukaran cendera mata ini mengakhiri pertemuan sekaligus menjadi awal kerja sama antara dua istri gubernur provinsi yang bertetangga, DKI Jakarta dan Jawa Barat. (*)